Sahijab – Majelis Ulama Indoensia atau MUI memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan sholat Jumat dalam keadaan, di tengah adanya wabah virus Corona atau COVID-19.
"Pertama, jika di suatu kawasan tingkat penyebaran Covid-19 terkendali, maka umat Islam wajib melaksanakan sholat Jumat," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, saat ditemui di Jakarta, Kamis 2 April 2020.
Kedua, kata Zainut yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Agama ini, jika di suatu kawasan penyebaran Covid-19 tidak terkendali, bahkan mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat dan menggantinya dengan sholat zuhur.
"Ketiga, jika di suatu kawasan yang potensi penyebarannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan oleh pihak yang berwenang, umat Islam boleh tidak menyelenggarakan sholat Jumat dan menggantinya dengan sholat zuhur," ujarnya.
Baca juga: Dahlan Iskan: Dokter Tuhan
Sejauh ini, lanjut dia, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperpanjang masa status tanggap darurat COVID-19, dari semula 23 Maret hingga 5 April menjadi 19 April 2020. Perpanjangan dilakukan, melihat penyebaran virus Corona di Jakarta terus meningkat tajam.
Artinya, untuk kawasan DKI Jakarta, termasuk dalam ketentuan fatwa MUI, jika di suatu kawasan penyebaran COVID-19 tinggi atau sangat tinggi, boleh tidak sholat Jumat dan diganti dengan sholat Zuhur.
Menurut dia, orang terkadang memahami hadis Nabi Muhammad SAW: Siapa yang mendengar azan Jumatan tiga kali, kemudian dia tidak menghadirinya, maka dicatat sebagai orang munafik. (HR. Thabrani)
"Ancaman hadis tersebut, berlaku bagi orang yang meninggalkan Jumatan tanpa uzur," ujarnya.
Sedangkan, lanjut dia, orang yang memiliki uzur tidak melaksanakan sholat Jumat, seperti sakit, safar (perjalanan), atau uzur lainnya seperti adanya ancaman wabah virus Corona, maka dia tidak masuk dalam kategori yang disebutkan dalam hadis tersebut.
Baca juga: Update Data Positif Corona di Indonesia 2 April 2020