Sahijab – Ketua Dewan Masjid Indonesia atau DMI, Jusuf Kalla menyampaikan bahwa mudik bukan menjadi hal penting sekarang ini. Dalam pandangan JK, mudik akan sia-sia belaka, karena setiap daerah sudah serentak menerapkan penerapan sosial berskala besar atau PSBB atau minimal mengkarantina warga yang berasal dari kota-kota besar.
Maka, mudik yang biasanya hanya seminggu itu akan habis di masa karantina yang mencapai empat belas hari.
Baca juga: Menteri Agama Sebut Mudik Tahun Ini Lebih Berisiko
“Tidak ada gunanya mudik sekarang, mau dilarang atau tidak, karena semua daerah sudah memberikan aturan kalau datang dari kota besar. Jadi, buat apa mudik? Keluar dari situ (tempat karantina) balik lagi (ke kota),” kata JK, saat mengikuti Rapat Pleno online Dewan Pertimbangan MUI, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu 22 April 2020.
Langkah tidak mudik itu, tambah JK, adalah cara mengurangi sebab-sebab COVID-19. Menurutnya, kasus Covid-19 ini lebih parah dibandingkan dengan kejadian bencana alam sekelas tsunami sekalipun.
Kata JK, bencana alam separah apa pun biasanya akan ditangani pada bagian akibatnya, pada para korban yang berjatuhan. Namun, Covid-19 ini bukan hanya akibat yang harus ditangani, namun juga sebab-sebab yang terus muncul. “Sekarang ini, sebab dan akibatnya harus diselesaikan bersama, harus ada prioritas bersama-sama kita selesaikan,” ujarnya.
JK menerangkan, Covid-19 ini bukan lagi sekadar wabah, namun sudah menjadi teror dunia. Menurutnya, tidak ada satupun negara di dunia yang 100 persen bisa mengatasi ini.
Bahkan, sekelas China, yang semula dikira berhasil pun, ternyata kini kembali khawatir dengan yang mereka sebut sebagai kasus Covid-19 impor. Bagi JK, musibah ini sangat keras, karena menyangkut segala aspek kehidupan.
“Apa pun yang kita kerjakan, entah itu ekonomi, ibadah, tidak akan bisa selesai tanpa kita menyelesaikan sebabnya. Apa pun yang diberikan kepada masyarakat, hanya mengisi supaya masyarakat tetap semangat, apa pun yang kita lakukan, tidak bisa tanpa mengurangi sebab,” katanya.
“Waktunya kita bersatu melawan ini, kita bersama-sama, khususnya umat ini, bagaimana masing-masing menjaga kedisplinan memakai masker dan jarak,” tambahnya.
JK menuturkan, beberapa ahli memprediksi bahwa puncak COVID-19 berlangsung pada bulan Mei. Menurutnya, dengan menjadi puncak, maka akibat yang ditimbulkan juga mencapai puncak pula. Bukan hanya dari sisi kesehatan dengan berjatuhannya korban, namun juga dari sisi ekonomi akan sangat terasa.
Apalagi, dengan struktur penduduk yang mayoritas beragama Muslim, maka akan semakin banyak Muslim yang terkena imbas Covid-19.
JK pun mendorong berbagai lembaga amil zakat, infaq, maupun shadaqah (ZIS) bahu membahu membantu sesama Muslim. Bila tidak, maka akan timbul masalah keamanan seperti penjarahan di banyak tempat.
Kata dia, bulan Mei banyak yang memperkirakan puncaknya, berarti puncaknya PHK, kemiskinan, dan kekurangan makanan. Maka, bagaimana kita bersama-sama mengefektifkan ziswaf bersama-sama kepada yang tidak mampu minimal melalui masjid.
“Kalau tidak, akan timbul masalah keamanan. Kalau tidak makan, ya bisa terjadi berbagai macam-macam seperti tahun 1998, ketika masyarakat tidak bisa makan, maka terjadi penjarahan atau apa pun di banyak tempat,” katanya.
Baca juga: Data Update Positif Corona di Indonesia 22 April 2020