Namun justru orang-orang musyrik itu yang tidak puas atas jawaban Nabi SAW. Kembali mereka, tulis Syaikh Nawawi Banten, mengutus Amir Ibnu Tufail untuk kedua kalinya. Mereka meminta Amir Ibnu Tufail menanyakan bahan dasar sesembahan Nabi SAW, apakah terbuat dari emas ataukah terbuat dari perak? Lalu turunlah surah ini.
Diceritakan, ketika mereka mengetahui bahwa Tuhan Nabi Muhammad SAW itu Mahaesa, mereka makin terperangah. Syaikh Nawawi Banten mengutip keheranan mereka, “360 berhala saja tidak cukup untuk memenuhi hajat kami, maka mungkinkah satu Tuhan dapat memenuhi segala kebutuhan seluruh makhluk?”
Pertanyaan ini dijawab oleh Allah SWT dengan menurunkan surah al-Shaffat/ :1-4), “Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya. Dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat). Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.”
Berdasar informasi di atas, jelaslah bahwa sesuai dengan namanya “Surah al-Ikhlas”, maka seorang muslim harus ikhlas mempertuhankan Allah SWT Yang Mahaesa. Nabi SAW diutus untuk memberi kabar gembira kepada seluruh penduduk bumi bahwa ada Tuhan yang betul-betul pantas disembah untuk dijadikan Tuhan sekalian alam.
Ikhlas dalam konteks ini, sistem ketuhanan Allah SWT memenuhi keingin hati manusia dan tidak bertentangan akal sehat. Allah SWT berfirman, “Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. al-Ikhlas/112: 2-4). Sudahkah kita membaca surah al-Ikhlas?
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.