Zainut memandang bahwa seni berperan sebagai soft diplomacy atau diplomasi budaya untuk mengenalkan budaya asalnya, yang kemudian menjadi pintu masuk pada misi selanjutnya, yang terkait dengan urusan ekonomi dan perdagangan.
Menurut dia, praktik diplomasi budaya yang dilakukan Amerika, melalui film hollywood, musik pop, bahkan olahraga bola basket, dikemas jadi tontonan menarik dan berhasil mengenalkan produk-produk Amerika dan gaya hidup barat pada bangsa lain.
Begitu pula, diplomasi budaya serupa yang dilakukan oleh Jepang, dengan komik dan kartun, Korea dengan K-Pop, dan sebagainya yang masuk ke Indonesia, serta memengaruhi kehidupan bangsa kita.
Zainut memandang pengaruh budaya asing ada yang positif, namun ada juga yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Terlebih, di era kini saat internet mudah diakses oleh setiap orang, bahkan oleh yang usia dini. “Akibat potensi pengaruhnya, maka umat Islam perlu menyadari bahwa salah satu tujuan agama Islam adalah menjaga keturunan (hifdzun nasl),” kata dia.
Dia menambahkan, seni budaya Islam harusnya disajikan sebagai alternatif dari arus budaya yang negatif. Adapun peran ulama secara historis, terbukti berhasil turut membangun Indonesia yang berkeadaban melalui seni sebagai media dakwah. ”Ini bisa ditemui jejaknya pada tari Indang di Minang, tari Seudati Aceh, manaqib dan shalawat, tembang-tembang suluk dengan iringan gamelan yang diwariskan oleh Walisongo, dsb,” ujarnya.
Zainut menilai, dalam kompetisi terbuka berhadapan dengan budaya asing di era revolusi industri kini, peran ulama akan lebih efektif berdakwah melalui seni budaya Islam, jika dapat berkolaborasi dengan pelaku industri dan instansi/lembaga terkait. Kolaborasi agar seni budaya Islam tidak sekedar menjadi nilai-nilai normatif yang tanpa tenaga dalam membentuk peradaban, melainkan menjadi seni budaya Islam yang hidup dan menghidupi.
“Kolaborasi juga bisa dilakukan dengan Industri halal, agar menjadi produk budaya Islami di Indonesia. Seni Islami, mestinya bisa masuk ke hotel dan restoran yang mendukung pariwisata halal. Juga film-film Islami yang memuat nasionalisme semestinya didukung oleh pemerintah yang menyelenggarakan bidang pertahanan negara, sebagai contoh lainnya,” ujarnya.