• Photo :
        • Sejumlah umat bermunajat di dinding Kabah bagian dalam Hijir Ismail di Masjidil Haram, Mekah.,
        Sejumlah umat bermunajat di dinding Kabah bagian dalam Hijir Ismail di Masjidil Haram, Mekah.

      Sahijab – Kementerian Agama telah mencabut moratorium pemberian izin baru bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Moratorium izin Baru PPIU diberlakukan sejak 2018, dan ada 979 PPIU yang memiliki izin dari Kemenag. 

      Pencabutan moratorium ini tentu jadi kabar baik bagi pengusaha travel syari’ah yang menyelenggarakan perjalanan ibadah haji dan umrah. Pencabutan moratorium ditandai dengan terbitnya Keputusan Menteri Agama (KMA) No 28 tahun 2020 tentang Pencabutan atas KMA No 229 Tahun 2018 tentang Moratorium Pemberian Izin Baru Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah tertanggal 3 Februari 2020.

      Dengan penerbitan KMA ini, masyarakat bisa lagi mengajukan izin baru sebagai PPIU setelah memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.

      Dijelaskan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Nizar, pencabutan moratorium ini dalam rangka memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bertindak sebagai PPIU. 
      Ini juga dilandasi telah membaiknya sistem pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah.

      "Pencabutan moratorium ini akan memberikan ruang berkembangnya dunia usaha bisnis syari'ah sehingga diharapkan dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," kata Nizar, Kamis, 13 Februari 2020.

      Selain itu, pencabutan ini juga sudah siapnya sistem perizinan dan pengawasan berbasis online milik Kementerian Agama. Syarat yang ketat diterapkan untuk memastikan penyelenggara memiliki pengalaman dan persiapan yang baik. 

      “Sistem perizinan dan pengawasan yang berbasis online sudah siap. Itu juga yang menjadi alasan untuk membuka kembali pemberian izin sebagai PPIU," katanya. 

      Namun, tidak semua masyarakat dapat mengajukan sebagai PPIU. Pemberian izin baru ini tidak berlaku bagi PPIU yang telah dicabut izinnya setelah mendapat sanksi hukum terkait penyelenggaran umrah dan haji khusus.

      Izin baru juga tidak bisa diberikan kepada Biro Perjalanan Wisata (BPW) yang pernah melakukan pelanggaran hukum terkait penyelenggaraan umrah dan haji khusus

      "Mereka yang telah dinyatakan melakukan pelanggaran hukum dan memiliki kekuatan hukum tetap tidak dapat mengajukan izin," katanya.

      Upaya preventif dan perlindungan ini dilakukan agar masyarakat terhindar dari perbuatan pihak-pihak yang tidak punya niat baik. Juga agar memberikan efek jera kepada mereka dan tidak ditiru oleh penyelenggara yang lain.

      "Saya telah bersurat ke Kepala Kanwil Kemenag Propinsi seluruh Indonesia agar melakukan persiapan terhadap sarana dan sumber daya manusia berkaitan dengan dicabutnya moratorium ini," ujarnya.

      Guna mendukung pelaksanaan KMA tersebut, telah diterbitkan Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah No 100 Tahun 2020 tentang Persyaratan Rekomendasi Izin Operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadan Umrah (PPIU).

      Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim menambahkan, Kepdirjen ini harus menjadi panduan bagi Kantor Wilayah Kementerian Agama dalam memberikan rekomendasi penerbitan izin. Karena itu, segera digelar sosialisasi kepada para Kanwil terkait substansi KMA dan Kepdirjen ini agar dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik. 

      “Dengan Kepdirjen ini, pemberian rekomendasi izin yang menjadi kewenangan Kanwil akan dilakukan secara obyektif, transparan, dan terukur,” kata Arfi Hatim.

      Kepdirjen ini mengatur syarat dan prosedur pemberian rekomendasi izin oleh Kepala Kanwil Kemenag Provinsi. Ada 13 syarat yang harus dilengkapi oleh BPW yang akan mengajukan permohonan rekomendasi izin. 

      Selain verifikasi dokumen persyaratan, kata Arfi, Kanwil juga harus melakukan peninjauan lapangan, cek rekam jejak pelanggaran hukum, dan koordinasi dengan instansi terkait sebelum menerbitkan izin rekomendasi izin operational sebagai PPIU.

      "Surat rekomendasi izin operasional sebagai PPIU ditandatangani oleh Kepala Kanwil Kemenag Provinsi dan tidak bisa diwakilkan," katanya.

       

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan