Sahijab – Satu keluarga di Depok, Jawa Barat, mengalami nasib tragis. Pinjaman yang dilakukan orang tua mereka pada rentenir berbunga tak berkesudahan. Selain kehilangan rumah akibat bunga utang yang terus menumpuk, korban juga terpaksa berhadapan dengan hukum.
Nasib nahas itu dialami oleh keluarga Anita Wulandari, warga Beji, Depok. Ia menuturkan, kejadian bermula ketika ibunya, Eni Kartini, meminjam uang kepada seorang wanita berinisial N, dengan pengajuan Rp250 juta pada Februari 2013, lalu.
Uang sebesar itu, digunakan Eni untuk biaya pengobatan suami yang sedang sakit keras.
“Jadi awalnya ibu saya pinjam uang kepada N untuk pengobatan ayah saya pada tahun 2013. Minjamnya Rp250 juta, tapi disetujui Rp 130 juta dan ternyata yang diterima cuma sekira Rp60 juta, karena sisanya Rp70 juta dipotong bunga didepan,” kata Anita pada wartawan, Senin 20 April 2020
Sebagai jaminan, sertifikat rumah pun digadaikan pada N. Kala itu, korban diminta untuk tanda tangan dikertas kosong dengan janji salinan dari isi surat akan diserahkan kemudian hari.
Seiring berjalannya waktu, Eni dan keluarga yang tak mampu melunasi hutang akhirnya menjual rumah pada seorang pedagang sayur, bernama Waluyo. “Singkatnya kita jual rumah mau nebus sertifikat, kita pindah dan menutupi hutang serta mengobati ayah saya,” tutur Anita
Namun nahas, ketika akan menebus sertifikat, ternyata bunga hutang telah naik hingga mencapai Rp385 juta dalam kurun waktu beberapa bulan di tahun 2013. “Kita dua kali coba bayar tapi akhirnya enggak bisa. Dua kali itu enggak ada titik temunya.”
Anita mensinyalir, N sengaja menaikkan bunga dengan jumlah yang fantastis lantaran tahu rumah tersebut telah dijual pada orang lain (Waluyo).
“Jadi dia tahu, nah itu bunga dinaikin lagi,” tuturnya seperti dikutip Sahijab dari VIVAnews.
Akibat sakit yang diderita, ayah Anita akhirnya meninggal dunia, namun hutang terus membengkak. Ditengah kesedihannya itu, Anita dan keluarga pun kembali diterpa musibah.
“Ibu saya karena merasa Pak Waluyo sudah kasih Rp610 juta, akhirnya kita keluar dari rumah. Itu itikad baik kita. Tapi ternyata setelah kita keluar, tiba-tiba N datang ke rumah, dia bilang pada Pak Waluyo kalau ini rumah dia (N).”
Kaget, bercampur emosi lantaran merasa telah ditipu, Waluyo akhirnya melaporkan Eni, ibu dari Anita, ke polisi. “Akhirnya 2015 September Pak Waluyo melaporkan ibu saya dan akhirnya ibu saya dipenjara 1 tahun lebih.”
Eni sendiri saat ini telah meninggal dunia. Namun demikian, kasus itu masih terus berlanjut hinga akhirnya sejumlah pihak yang berseteru berproses di Pengadilan Negeri Depok. Sebabnya, N bersikeras jika rumah itu adalah miliknya, namun disisi lain, Waluyo merasa telah membayar pada keluarga Anita.
“Intinya kami selama ini tidak pernah menjual rumah pada N. Kami hanya jual pada Pak Waluyo.”
Terkait hal itu, Anita dan Waluyo berharap ada keadilan atas kasus ini. Sebabnya, mereka khawatir rumah itu bakal jatuh ke-tangan N. Kedua korban pun telah membuat surat terbuka untuk Presiden RI, Joko Widodo.
“Saya tidak pernah menjual rumah ini selain ke Pak Waluyo. Saya minta ke Pak Presiden untuk penegakkan seadil-adilnya,” tutur Anita dengan nada sedih.
Hal senada juga diungkapkan oleh Waluyo. “Saya menginginkan pengadilan memutuskan dengan sejujur-jujurnya dengan teliti. Karena saya rasa hakim kurang bisa memeriksa jual beli dari N. Saya mohon yang berwenang membantu, agar lebih jelas hak jual beli rumah saya.”
Sementara itu, kuasa hukum Anita, Erizal berharap hakim bisa melihat kasus ini secara detial dan jeli. Sebab, dirinya menilai, Akta Jual Beli (AJB) sebagai bukti terdapat kecacatan hukum.
“Kami melihat di sini ada cacat administrasi yang harus dilihat hakim,” katanya. Rencananya, sidang terkait kasus ini akan digelar besok, Selasa 21 April 2020. pada Pak Waluyo kalau ini rumah dia (N).”