*Membangun tata kelola industri musik terbaik: 5 langkah strategis menuju keadilan dan pertumbuhan. Pelajari bagaimana regulasi hukum dan ekonomi kreatif dapat bekerja bersama.
Industri musik Indonesia merupakan ladang talenta yang tak pernah kering. Setiap hari, musisi-musisi baru bermunculan, siap meramaikan panggung dan layar. Namun, di balik potensi yang luar biasa, kita sering disuguhkan pemandangan yang memprihatinkan: konflik antar pelaku industri, terutama para senior, yang menguras energi dan mengalihkan fokus dari esensi berkarya. Mengapa ini terus terjadi? Bukan sekadar urusan pribadi, persoalan ini menunjuk pada satu akar masalah fundamental: tata kelola industri musik yang belum pada tempatnya.
Selama ini, Kementerian Hukum (Kemenkum) seolah memegang kendali utama dalam regulasi industri musik. Hal ini lumrah, mengingat hak cipta adalah pondasi hukum bagi setiap karya musik, dan urusan kekayaan intelektual memang berada di bawah payung Kemenkum. Mereka bertanggung jawab merumuskan undang-undang dan mengawasi lembaga-lembaga kolektif yang mengurus royalti. Peran Kemenkum sangat vital sebagai penjaga kompas hukum, memastikan perlindungan atas kreasi dan penegakan aturan main. Namun, fokus Kemenkum secara inheren adalah pada aspek legalitas dan kepatuhan, bukan pada dinamika pengembangan ekonomi, ekosistem bisnis, atau promosi industri secara holistik.
Ketidaksesuaian fungsi ini berdampak serius. Ketika tata kelola industri terlalu didominasi oleh kerangka hukum yang cenderung kaku dan lambat beradaptasi, industri musik kehilangan kelincahan. Kebijakan yang lahir seringkali terputus dari realitas lapangan, menciptakan hambatan alih-alih fasilitas. Akibatnya, potensi besar stagnan, dan yang lebih berbahaya, konflik-konflik internal yang muncul di permukaan seringkali hanyalah simptom dari ketidakjelasan sistem dan ketiadaan kerangka tata kelola yang memadai.
Di sisi lain, ada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), yang secara jelas dibentuk untuk mengawal dan memajukan sektor ekonomi kreatif, termasuk musik. Kemenparekraf memahami betul bagaimana musik menjadi tulang punggung ekonomi, membuka lapangan kerja, dan mendorong inovasi. Mereka seharusnya menjadi nahkoda utama yang merancang strategi makro, kebijakan insentif, pengembangan pasar, dan promosi talenta musik Indonesia agar bisa bersaing di kancah global.
Maka, urgensi untuk membangun tata kelola industri musik yang benar dan semestinya adalah mutlak dan tak bisa ditunda lagi. Konflik-konflik personal atau hukum antar pelaku industri adalah persoalan yang harus diselesaikan di ranah hukum, tetapi jangan sampai ia menjadi pengalih perhatian dari pekerjaan rumah yang jauh lebih besar: menata ulang fondasi industri. Pemerintah harus segera menyadari dan mengantisipasi bahwa ada pihak-pihak yang mungkin memiliki kepentingan untuk menjaga industri musik dalam kondisi tidak kondusif. Manuver-manuver ini bisa menghambat transparansi, menghalangi keadilan royalti, dan pada akhirnya, merugikan musisi serta menghambat pertumbuhan industri secara keseluruhan.
Penguatan Kerangka Hukum: Kemenkum harus fokus pada penguatan kerangka hukum dan penegakan hak cipta yang adil dan transparan. Ini melibatkan revisi undang-undang yang sudah usang dan penegakan aturan yang lebih ketat.
Kepemimpinan Kemenparekraf: Kemenparekraf harus mengambil alih peran kepemimpinan dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang pro-pertumbuhan, pro-inovasi, dan pro-musisi, dari hulu ke hilir. Ini termasuk pengembangan pasar, promosi talenta, dan insentif ekonomi.
Transparansi Royalti: Sistem royalti harus diperbaiki agar lebih transparan dan adil. Musisi harus mendapatkan hak yang seharusnya mereka terima, terutama di masa senja mereka.
Sinergi Antara Kementerian: Kemenkum dan Kemenparekraf harus bekerja sama dengan sinergi yang kuat. Kemenkum fokus pada aspek hukum, sementara Kemenparekraf fokus pada pengembangan ekonomi dan promosi industri.
Partisipasi Stakeholder: Melibatkan semua stakeholder, termasuk musisi, produser, dan manajer, dalam proses perumusan kebijakan. Ini akan memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan realitas lapangan.
Dengan tata kelola yang pas—di mana nahkoda dan penjaga kompas bekerja harmonis—industri musik Indonesia akan memiliki pijakan yang kokoh. Ini akan membuka jalan bagi pertumbuhan yang berkelanjutan, keadilan bagi para kreator, dan peningkatan daya saing di kancah global.