Yang bertanya tadi masih bertanya lagi. "Kalau jaga jarak nanti kan ada setan yang menempati sela-sela itu. Bagaimana?“ tanyanyi.
Memang itulah doktrin salat. Harus berhimpitan. Yang salatnya berjarak, akan ada setan di sela itu.
Saya hanya bisa menjawabnyi dengan guyon. "Baik juga ada setan di situ. Agar salat kita teruji," jawab saya sambil senyum.
Kini Masjid Agung Surabaya yang menjawabnyi dengan serius. Dengan praktik di kenyataan. Berarti hari itu begitu banyak setan yang ke Masjid Agung Surabaya.
Khotbah hari itu juga pendek. Disesuaikan dengan zaman Covid-19. Doa yang dibaca imam yang agak panjang. Tapi doa hari itu sangat mengharukan --doa tolak bala. Cara melantunkan doanya pun sangat syahdu. Sangat memerindingkan kuduk. Doa qunut itu terasa daruratnya. Banyak jamaah yang ikut tersedu.
Khotib hari itu adalah KH Husen Rifa'i. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Jabal Noer, Geluran, Taman, Sidoarjo.
Ketika salat Jumat selesai, hujan pun turun. Kejadian itu memberi pelajaran baru. Ternyata masih ada titik kelemahan: jamaah menggerombol di dekat pintu --menunggu hujan reda.