Sahijab – Umat Muslim dianjurkan untuk melakukan amal saleh, termasuk puasa sunnah tarwiyah setiap tanggal 8 Dzulhijjah.
Hal tersebut, seperti dikutip Sahijab dari laman NU, dimotivasi sebuah hadits yang menyebutkan keutamaan puasa sunnah tarwiyah sebagai berikut:
Artinya, “Puasa hari Tarwiyah dapat menghapus dosa setahun. Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun,” (HR Abus Syekh Al-Ishfahani dan Ibnun Najar).
Namun, sebagian ahli hadits mempermasalahkan riwayat hadits ini, karena memuat seorang perawi yang bermasalah. Mereka menyimpulkan bahwa hadits ini tidak dapat dijadikan sandaran atau hujjah syar’iyyah.
Kalau hadits ini tidak dapat dijadikan dasar untuk mengamalkan puasa sunnah tarwiyah, anjuran untuk mengamalkan puasa tarwiyah dapat ditemukan dari dalil umum sejumlah hadits yang mengajak umat Islam untuk beramal saleh, terutama pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.
Berikut ini, adalah hadits riwayat Ibnu ‘Abbas RA dalam Sunan At-Tirmidzi:
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiada ada hari lain yang disukai Allah SWT untuk diisi dengan ibadah sebagaimana (kesukaan-Nya pada) sepuluh hari ini,’” (HR At-Tirmidzi).
Hadits lain memperkuat anjuran amal saleh pada 10 hari pertama Dzulhijjah. Hadits berikut ini menunjukkan keutamaan amal saleh yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Artinya, “Dari Ibnu Abbas dengan kualitas hadits marfu'. ‘Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih disukai Allah pada hari itu dari pada hari-hari ini, maksudnya sepuluh hari Dzulhijjah.’
Kemudian, para sahabat bertanya, ‘Bukan pula jihad, ya Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘Tidak pula jihad di jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar membawa diri dan hartanya kemudian ia pulang tanpa membawa apa-apa lagi,’" (HR Bukhari).
Dari berbagai keterangan ini, ulama dari Mazhab Syafi’i menganjurkan umat Islam untuk mengisi 10 hari pertama Dzulhijjah dengan amal saleh, termasuk puasa sunnah tarwiyah 8 Dzulhijjah.
Keterangan ini, kita dapat dari Syekh M. Nawawi Banten sebagai berikut:
Artinya, “(Kedelapan) puasa delapan hari sebelum hari Arafah (dianjurkan) bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji maupun mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji,” (Syekh M. Nawawi Banten, Kitab Nihayatuz Zain, [Bandung, Al-Maarif: tanpa tahun], halaman 197). Wallahu a’lam.