Sahijab – Kementerian Agama telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah atau tahun ini jatuh pada Jumat 31 Juli 2020. Tentunya, selain melakukan ibadah sholat Idul Adha secara berjamaah, umat Muslim juga disunnahkan untuk melakukan qurban. Baik berupa hewan qurban sapi, kerbau, kambing, domba, maupun Unta.
Namun, bagaimana bila ada yang qurban saat Idul Adha, dengan menggunakan ayam? Simak penjelasan Ustadz Adi Hidayat (UAH), seperti dikutip Sahijab dari media sosialnya, Instagram @adihidayatofficial.
Baca juga: Dahulukan Qadha Ramadhan atau Puasa Arafah? Simak Ustadz Adi Hidayat
Menurut UAH, memang ada beberapa ulama berpandangan mengenai diperbolehkan qurban dengan ayam. Ulama-ulama tersebut, mengikuti pemahaman Imam Ibnu Hazm al Andalusi dan seorang ulama lainnya.
Kedua ulama tersebut, menukil keterangan yang riwayatnya sampai ke Sayyidina Bilal dan kisah Ibnu Abbas. "Bilal di masa-masa qurban sering menyembelih ayam," ujar UAH.
Menurutnya, ada kalimat populer dari Bilal mengenai berkurban dari ayam. "Saya tidak peduli dengan apa yang orang sajikan. Saya bisa menyembelih ayam dan saya bisa bersedekah dengan hasil penyembelihan ayam kepada anak-anak yatim, dan juga kepada orang-orang fakir," jelas Ustadz Adi Hidayat, menirukan ucapan Bilal.
UAH menambahkan, Bilal menyatakan bahwa ia lebih suka menyembelih ayam, daripada seperti orang lain yang menyembelih hewan ternak lain.
"Persoalannya adalah, apakah memang yang dimaksud ini adalah qurban dalam pengertian qurban seperti yang disyariatkan Alquran dan dicontohkan Nabi Muhammad SAW? Atau kondisi yang berbeda, kondisi tidak sama dengan qurban, namun dipahami sama-sama amal soleh," ujar UAH.
Kemudian, UAH menjelaskan tentang kaidah hewan qurban terdapat dalam Firman Allah Surat Al Hajj ayat 34. Ia mengutip perkataan Imam Al Ghazali, yang menjelaskan bahwa hewan qurban itu jenisnya mesti jelas, sifatnya mesti jelas, kadarnya mesti jelas.
Di antara jenisnya yang spesifik, yaitu hewan-hewan ternak. "Sehingga, hewan ternak itu menjadi ijma ulama yang hanya boleh sebagai kualifikasi hewan qurban," ujar Ustadz Adi Hidayat.
Adapun, hewan ternak yang dimaksud di sini adalah unta, sapi, kerbau, kambing, domba. "Sejenis itu saja. Jadi, spesifik yang diternakkan memang untuk dikonsumsi yang kualifikasi dagingnya sifatnya bisa bermanfaat untuk orang banyak," jelasnya.
Mengapa, hanya hewan itu saja yang boleh dijadikan qurban tidak hewan ternak lain seperti ayam, bebek? Menurut UAH, kita harus mencontoh seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Nabi pernah mengatakan," Jangan kalian pernah sembelih, kecuali hewan-hewan ini yang telah cukup usianya."
Hewan-hewan yang dicontohkan Nabi itu adalah unta, domba, kambing dan sejenisnya.
Ia melanjutkan, kalaupun sulit menemukan yang umurnya telah tetap, kata Nabi Muhammad SAW, maka tidak apa-apa di bawah itu seperti kambing dan sejenisnya. "Jadi, ini menunjukkan bahwa qurban sebatas hewan ternak tertentu dan tidak di luar konteks yang ini," tambah UAH.
Adapun mengenai kebiasaan sahabat Nabi Muhammad, Bilal yang menyembelih ayam saat qurban, menurut UAH, harus dilihat kualifikasi sahabat Nabi seperti dari harta bendanya. Di mana, Bilal memiliki keterbatasan dalam harta dibanding dengan sahabat nabi lainnya.
"Beliau ingin seperti yang lain berqurban menggunakan hewan-hewan ternak, cuma mempunyai pakai ayam. Karena itu, beliau ingin memberikan contoh teladan kepada kita semua. Walaupun kita enggak bisa berkurqan seperti yang lain, minimal kita ambil spiritnya untuk berbagi, berikhtiar, untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Walaupun tidak masuk dalam kualifikasi qurban, minimal kita punya niat untuk berbagi. Nah, sifat berbagi itulah yang dicontohkan Bilal dengan menyembelih ayam dan dibagikan," tegas Ustadz Adi Hidayat.
Bilal, lanjutnya, memberikan seperti satir, daripada orang-orang berqurban dengan yang besar-besar tapi caranya keliru, atau ada niat yang salah, atau tidak benar. Hasil korupsi dipakai untuk kurban, hasil menipu dipakai untuk qurban, atau berqurban dengan cara yang tidak ikhlas. Sehingga, akan lebih mulia yang seperti ini, menyembelih yang kecil-kecil dibagikan dengan cara yang ikhlas.
"Tetapi, cara berpikirnyapun mesti benar, kalau bisa berqurban dengan cara yang lebih bagus, niatnya ikhlas, maka ini lebih baik. Kalaupun belum punya kemampuan, tirulah sahabat Bilal bin Rabah ra. yang berusaha menabung walaupun dapatnya ayam untuk berbagi." lanjut UAH.
Ustadz Adi Hidayat juga menjelaskan kisah yang hampir mirip dengan Bilal, yakni kisah Ibnu Abbas ra. Ibu Abbas saat masih kecil memiliki telah memiliki semangat beramal yang tinggi. Ia meminta asistennya untuk membeli daging sebanyak dua dirham, dua dirham, dua dirham, atau hewan kemudian disembelih sampai dikatakan kalau mau qurban khusus, nanti dilakukan di hari-hari Idul Qurban.
Kisah Ibnu Abbas ini, digunakan sebagai contoh untuk anak-anak sekolah zaman sekarang untuk belajar berbagi.
Baca juga: Keutamaan Puasa Arafah yang Jatuh Setiap Tanggal 9 Dzulhijjah