REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebagai manusia tentu, kita pernah merasa diserang, ditipu, dibohongi, frustrasi, atau diperlakukan tidak adil. Hal itu, akhirnya membuat kita kesal dan marah-marah
Pimpinan Majelis Taklim dan Dzikir Baitul Muhibbin, Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengatakan, dalam pandangan Islam, marah merupakan bencana yang merusak akal. Ketika hati dalam kondisi lemah, maka setan dan bala tentaranya melakukan serangan.
"Pada saat manusia marah, maka setan mempermainkan melalui kemarahannya itu, sebagaimana anak kecil yang mempermainkan bola," katanya melalui kajian virtualnya, Senin (1/9).
Habib Abdurrahman menjelaskan, dalam Alquran, kata marah disebut dengan "al ghadhab" dan jumlahnya tak kurang dari 24 kali. Dari sekian banyak ayat tersebut, kata "al-ghadhab" lebih banyak dikaitkan kepada Allah sebagai Sang Khaliq.
"Hanya sedikit ayat yang mengaitkan al-ghadhab dengan manusia. Itu pun bukan terhadap manusia biasa, tetapi terhadap Nabi Musa AS," katanya.
Hal tersebut, seperti firmam Allah dalam Alquran surah al-A"raf ayat 150 yang artinya.
"Dan, tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati, ia pun berkata, "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku."
Dalam Alquran, Allah telah meyinggung orang-orang yang telah menahan marah dan selalu memaafkan kesalahan Allah adalah salah satu ciri-ciri penghuni surga.
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (Ali Imran ayat 134).
Habib Abdurrahman menegaskan, pelaku kebajikan amat sangat dicintai oleh Allah SWT. Dan pribadi yang bijak itu akan tumbuh pada diri seseorang, salah satunya adalah jika ia mampu mengendalikan Amarahnya. Ada ungkapan yang menyatakan bahwa; "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, dan orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota."
"Saat berada di bawah pengaruh amarah, manusia berpotensi untuk mengambil sikap yang tidak terkontrol. Sehingga bisa menimbulkan kerusakan," katanya.
Rasulullah Muhammad SAW pun menyadari kecenderungan ini. Rasulullah mengajarkan manusia agar menahan amarahnya.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ اَللّٰهُمَّ رَبَّ مُحَمَّدٍ اغْفِرْلِىْ ذَنْبِىْ وَاذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِىْ وَاَجِرْنِىْ مِنْ مُضِلاَّتِ اْلفِتَنِ
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.. Ya Allah, Tuhannya Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkanlah kemarahan hatiku dan selamatkanlah aku dari kesesatan fitnah.”(HR. Ibn Sunni)
Piagam penghargaan bagi mereka yang dapat mengendalikan emosi dan meredam amarah adalah persembahan Surganya Allah SWT. Sebagaimana pesan Nabi pada salah seorang sahabatnya:
"لا تغضب ولك الجنة".
رواه الطبراني
"Jangan marah, maka surga bagimu"_ (HR. Thabrani)
Dalam akhir majelis ilmunya, Habib Abdurahman berdoa agar umat Islam dapat menaham amarah. Karena mengumbar amarah dapat merusak akal yang berujung pada kesengsaraan.
"Semoga kita selalu menjadi Hamba Allah yang dapat menahan amarah dan mengendalikan emosi. Aamiin," tutupnya mengakhiri kajian.
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.