Elya mulai berjualan sejak pukul 5 sore, kemudian pulang pada pukul 22.00 malam. Sekitar 30 menit jarak waktu tempuh dari rumahnya menuju titik tempat dagangannya dengan berjalan kaki. Kegiatan lainnya, di pagi hari Elya mengajar kedua anaknya pelajaran-pelajaran sekolah. Selai itu juga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah seperti mencuci, masak, besih-bersih, dan lain-lain.
Berdagang kopi menjadi satu-satunya pemasukan bagi Elya untuk merawat dan menghidupi kedua anaknya. Tidak banyak memang yang bisa dilakukan olehnya. Pagi hari pun tak sempat Elya mencari pekerjaan lain, karena harus mendidik dan mengajari anak-anaknya, apalagi di saat kondisi pandemi seperti ini.
“Selain jualan kopi saya tidak ada pemasukan lain. Kalau pagi saya harus mengurus anak-anak sekolah. Apalagi sekarang belajar online. Saya mendadak jadi guru juga setiap pagi di rumah,” lanjut Elya.
Meski begitu, Elya mengaku tetap berusaha tegar dan sebisa mungkin menahan setiap keluhnya. Baginya, apapun kondisi yang dialaminya, ia akan tetap selalu mensyukuri. Namun satu hal yang ia sesali, adalah terpaksa ia harus mengajak anak-anaknya ikut berdagang di jalanan. Bahkan tak jarang, ketika hujan turun, mereka kebingungan mencari tempat teduh. Saat itu perasaan sedih Elya semakin meningkat.
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.