Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa menjadikan Allah sebagai wakil, berarti menyerahkan kepada-Nya segala persoalan.
Apakah tawakal sama dengan sikap pasif dan apatis? Dalam Alquran sendiri, perintah bertawakal terulang sebanyak sebelas kali; sembilan berbentuk tunggal dan dua berbentuk jamak. Kesemuanya selalu awali perintah melakukan sesuatu.
Dari sana, jelaslah bahwa tawakal tidak identik dengan sikap pasif. Karena itu, tidak disebut tawakal orang yang pasrah kepada Allah tanpa mau berusaha. Tidak disebut tawakal pula orang yang menginginkan sesuatu, tetapi tidak mau mengerahkan potensi yang dimilikinya untuk meraih apa yang diinginkannya tersebut. Tawakal adalah urusan hati. Ia hadir setelah badan dan pikiran dioptimalkan terlebih dahulu.
Rasulullah SAW menyerupakan orang yang bertawakal dan diberi rezeki itu dengan burung yang pergi di pagi hari untuk mencari rezeki dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang. Kita tahu bahwa burung tidak memiliki sandaran apa pun, baik perdagangan, pertanian, dan lainnya. Ia keluar dari sarang dengan bekal tawakal kepada Allah SWT yang kepada-Nya ia bergantung.
Baca juga: Ambilah Risiko dengan Menikah untuk Rezekimu
Mari kita selalu mengedepankan sifat tawakal, berusaha dengan segenap raga dan pikiran kemudian memasrahkan hasilnya kepada Allah Subhana Wa Taala.