Manusia yang paling hina adalah yang merasa puas dengan angan-angan yang isinya cuma pepesan kosong. Padahal, angan-angan itu hanya dimiliki para pengangguran, orang-orang yang bangkrut, dan mereka dengan jiwa yang kosong. Seorang penyair berkata soal angan-angan:
أماني من سعدى رواء على الظما سقتنا بها سعدى على ظمأ بردا منى إن تكن حقا تكن أحسن المنى وإلا فقد عشنا بها زمنارغدا
"Angan-anganku untuk mendapatkan kebahagiaan, bisa menghilangkan dahaga. Dengan angan-angan, kebahagiaanku memberikan air dingin ketika haus. Angan-angan ketika menjadi kenyataan tentu menjadi kebahagiaan. Jika tidak, sungguh kita hidup bahagia hanya beberapa saat bersama angan-angan."
Angan-angan lahir dari ketidakmampuan dan kemalasan yang kemudian menyebabkan sikap abai yang ujungnya adalah penderitaan dan penyesalan. Angan-angan membuat seseorang terpesona dengan kemegahan yang disuguhkan, lalu dia memegangnya erat-erat dan tidak mau melepasnya. Pada akhirnya, dia merasa puas dengan khayalan. Padahal itu semua tidak bermanfaat.
Imam Syafii pernah berteman dengan orang-orang sufi dan tidak memperoleh manfaat kecuali dua kalimat ini. Pertama, "Waktu bagaikan pedang, bila tidak digunakan dengan baik, maka bisa menebasmu." Kedua, "Nafsu yang tidak disibukkan dengan kebenaran, akan membawamu pada kebatilan."
Siapa yang berhasil mengisi seluruh waktunya hanya untuk Allah dan bersama Allah, maka itulah usia kehidupan yang sejati. Sedangkan usia yang tidak digunakan untuk mengabdi pada Allah SWT, maka tidak dihitung sebagai usia kehidupan meski secara wujud memang hidup tetapi ia bagaikan binatang ternak.
Orang yang menghabiskan waktunya untuk berangan-angan, lalai, melampiaskan syahwat, tidur dan menganggur, lebih baik mati ketimbang hidup. Hamba yang menunaikan sholat, pun hanya mendapatkan nilai sesuai apa yang dipahaminya tentang sholat.
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.