Sahijab – Secara bahasa, ikhtilat adalah berbaur atau bercampur. Kata ikhtilat sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu ikhtalatha-yakhtalithu-ikhtilathan. Sedangkan menurut bahasa, ikhtilat adalah bertemunya laki-laki dan juga perempuan yang bukan mahramnya di sebuah tempat secara bercampur baur dan kemudian terjadi interaksi diantara laki-laki dan perempuan tersebut, misalnya berbicara, bersentuhan, atau berdesakan.
Bercampurnya laki-laki dan perempuan tersebut umumnya terjadai di dalam sebuah tempat tanpa adanya penyekatan atau batas yang memisahkan keduanya. Berbeda dengan khalwat yang sifatnya adalah menyendiri, ikhtilat biasanya terjadai di dalam ruang lingkup yang cukup ramai. Untuk mengetahui tentang ikhtilat lebih mendalam, simak ulasan berikut ini yang disadur dari berbagai sumber.
Baca Juga: Pandangan Ulama Mengenai Hukum Menonton Drama Korea
Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa ikhtilat dilarang dalam agama Islam. Hal ini didasari oleh ayat Al Quran dan hadis, Allah SWT berfirman dalam Al Quran yang artinya, “Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab: 53).
Kemudian Ibnu Katsir juga menafsirkan untuk ayat tersebut dengan berkata, “Yaitu, sebagaimana aku larang kalian memasuki tempat kaum perempuan, demikian pula janganlah kalian melihatnya secara keseluruhan. Jika di antara kalian memiliki keperluan yang ingin diambil dari mereka, maka jangan lihat mereka dan jangan tanya keperluan mereka kecuali dari balik tabir”.
Ayat itu menjelaskan bahwa seorang laki-laki mempunyai suatu kepentingan yang mewajibkannya untuk menemui perempuan, ia harus melakukannya dari balik kain tabir penutup. Kemudian, dalam hadis Bukhari, diceritakan bahwa Rasululah kerap berdiam diri setelah melaksanakan sholat.
“Dari Ummu Salamah radhiallahu anha dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam jika beliau salam (selesai shalat) maka kaum wanita segera bangkit saat beliau selesai salam lalu beliau diam sebentar sebelum bangun. (HR. Bukhari).
Diharuskan pula untuk perempuan supaya menutut aurat yang selaras dengan ayat Al Quran, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Diharuskan untuk menjaga pandangan, baik lagi-laki atau perempuan. Hal ini dijelaskan dalam surat An Nur ayat 30 yang artinya “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat,” (QS An Nur:30).
Untuk perempuan supaya menjaga sikap pada saat berbicara, sehingga tak akan membuat orang lain berniat tidak baik kepadanya seperti yang tertaung dalam ayat Al Quran yang artinya, “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)