Sahijab – Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi menyatakan bahwa semua agama jelas melarang praktik gratifikasi. Orang yang beragama, semestinya mampu mencegah praktik gratifikasi dari diri sendiri, baik menerima maupun memberi, karena bertentangan dengan ajaran agama.
Hal ini ungkapkan Wameng, saat menjadi keynote speech dalam gelaran Diseminasi Buku "Gratifikasi dalam Perspektif Agama" secara daring, kerja sama Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dengan terbitnya buku Gratifikasi dalam Perspektif Agama, masyarakat diharapkan dapat memahami substansi gratifikasi dengan benar. Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Kementerian Agama sepakat bahwa pemuka agama memainkan peran vital dalam diseminasi pengetahuan tentang gratifikasi," ujar Wamenag, seperti dikutip dari keterangannya, Rabu 8 Juli 2020.
"Hal tersebut dikarenakan, posisi vital pemuka agama sebagai tempat rujukan umat dalam memberikan fatwa perihal hukum agama," tambahnya.
Baca juga: Sudah 1.030 Jamaah yang Mengajukan Pengembalian Biaya Haji
Wamenag memaparkan sekilas pandangan agama-agama terhadap gratifikasi. Dalam agama Buddha, dikenal sebuah ajaran yang dinamakan berdana atau dana paramitha, yaitu pemberian tanpa pamrih dengan harapan melepas keterikatan demi kebahagian semua makhluk.
Pemberian ini, merupakan wujud kedermawanan atau kemurahan hati yang didasari sifat luhur untuk beramal atau berkorban demi kepentingan umum.