“Di dunia malam, saya tidak perlu bicara haram, mereka sudah tahu bahwa berzina dan mabuk itu haram. Tetapi, bagaimana kemudian di keadaan seperti itu, mereka masih bisa ingat Tuhan. Mereka bisa melaksanakan kewajiban. Ruang-ruang seperti ini, yang kemudian saya masuk dan ternyata diterima dengan baik,” ujarnya.
Melalui cara seperti itu, dia ingin bagaimana manusia-manusia yang dipandang tidak ada nilainya ini, minimal merasa bernilai lagi.
“Ketika saya melihat teman-teman di lokalisasi itu, di mata masyarakat kan tidak ada nilainya, dipandang sebelah mata. Penyakit mabuk dan berzina, di tempat lokalisasi, ini menjadi lumrah, tidak ada nilainya. Maka, kemudian saya berikan nama ‘ora aji’ dan masjidnya ‘mbejaji’. Orang yang tidak ada nilainya masuk ke pondok kita, begitu keluar menjadi mbejaji, menjadi bernilai,” katanya.
Meski begitu, Gus Miftah tahu diri bahwa tidak mungkin dakwahnya akan selamanya berhasil dan membuat mereka meninggalkan dunia seperti itu. Menurutnya, tugasnya dalam berdakwah hanya sekadar menyampaikan atau mencarikan jalan. Penentu mereka dapat hidayah atau tidak, itu adalah urusan Allah SWT, seperti halnya terjadi pada paman Nabi Muhammad SAW.
“Apakah tujuan saya untuk memberikan mereka hidayah? Hidayah bukan urusan saya, tugas saya mencarikan jalan,” tegasnya.
Baca juga: Deddy Corbuzier Ungkap Bahagia Jadi Mualaf ke Aa Gym