Sahijab – Pandemi Corona masih menggila. Sampai saat ini belum ada vaksin yang bisa digunakan untuk mencegahnya.
Di Indonesia, proses yang berjalan tak sekadar menemukan vaksin. Tapi juga bagaimana membuat vaksin yang terjamin kehalalannya. Saat ini proses tersebut masih dilakukan.
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Erick Thohir menemui Wakil Presiden Maruf Amin, Jumat kemarin. Dalam laporannya, Erick menyampaikan tentang pengembangan vaksin yang tengah diteliti.
"Saya melaporkan kepada Bapak Wakil Presiden tentang proses vaksin halal yang harus menjadi prioritas untuk kita dan sekaligus melaporkan progres perkembangan vaksin," kata Erick sebagaimana keterangan tertulis KPCEN, Sabtu 12 September 2020.
Pada kesempatan itu, Erick mengatakan, Indonesia akan mendapatkan 30 juta dosis vaksin Covid-19 pada akhir tahun 2020 dan 300 juta dosis untuk tahun depan. Menteri BUMN ini bilang, vaksin tersebut merupakan hasil kerja sama sejumlah perusahaan farmasi milik negara dengan lembaga dan perusahaan farmasi seperti Sinovac Biotech yang berasal dari China.
Sinovac sendiri, kata Erick, berkomitmen menyediakan 20 juta dosis vaksin pada akhir tahun ini jika proses uji klinis tahap III berjalan lancar. Sedangkan untuk tahun depan, akan diproduksi hingga 250 juta dosis untuk Indonesia.
Baca juga: Yuk Tingkatkan Takwa di Masa Pandemi, Janji Allah Itu Pasti
Selain itu, Erick juga melaporkan bahwa PT Kimia Farma juga telah menggandeng perusahaan asal UEA, Grup 42 (G42) yang akan memperoleh 10 juta dosis vaksin pada akhir 2020, kemudian ditambah lagi sebanyak 50 juta dosis di tahun selanjutnya.
"Insyaallah, akhir tahun ini ada 30 juta (vaksin) dan tahun depan ada 300 juta. Tetapi sebagai catatan, dari total kita dapatkan 330 juta mungkin 340 juta," ucap Erick.
Namun demikian, Erick mengingatkan, jumlah tersebut dirasa belum mencukupi kebutuhan untuk melakukan vaksinasi massal masyarakat Indonesia. Pasalnya, proses vaksinasi diperlukan dua kali suntikan atau imunisasi untuk setiap individu sehingga dari jumlah tersebut, baru hanya memenuhi kebutuhan vaksinasi terhadap 170 juta orang saja.
Untuk itu, pemerintah juga melakukan penjajakan dengan lembaga-lembaga kesehatan seperti Koalisi untuk Kesiapan dan Inovasi Epidemi (CEPI), badan kesehatan dunia (WHO), Unicef, serta perusahaan-perusahaan farmasi multinasional lainnya seperti Astrazeneca, Cansino, dan Pfizer.
"Semua dijajaki. Kalau sampai 70 persen bisa tercover, kita harapkan di 2022 atau bahkan 2021, 30 persen bisa didapatkan," kata dia.
Selain bekerja sama dengan luar negeri, Erick juga sampaikan perihal vaksin dalam negeri yakni Vaksin Merah Putih yang melibatkan lembaga Eijkman, Balitbangkes Kementerian Kesehatan, perguruan tinggi negeri, serta Bio Farma. Menurut dia, pemerintah tidak mungkin mengandalkan vaksin yang diperoleh dari luar negeri. Hal ini mengingat daya tahan vaksin yang hanya sampai enam bulan sampai dua tahun. Makan diperlukan, vaksin buatan anak bangsa sekaligus menandai Indonesia mandiri dalam memproduksi vaksin.
"Saya sampaikan kepada Wapres bahwa vaksin merah putih ini prioritas. Dari informasi didapatkan, insyaAllah, uji-klinis tahap 1 dan 2 bisa berjalan tahun depan sehingga pada 2022 kita mulai produksi vaksin merah putih," ujar Erick.