Surat kepada Heraklius itu kemudian dibawa oleh Dihya bin Khalifa, surat kepada Kisra dibawa oleh Abdullah bin Hudhafa, surat kepada Najasyi oleh ‘Amr bin Umayya, surat kepada Muqauqis oleh Hatib bin Abi Balta’a, surat kepada penguasa Oman oleh ‘Amr bin’l-‘Ash, surat kepada penguasa Yamama oleh Salit bin ‘Amr, surat kepada raja Bahrain oleh al-‘Ala bin’l-Hadzrami, surat kepada Harith al-Ghassani, raja perbatasan Syam, oleh Syuja’ bin Wahb, surat kepada Harith al-Himyari, raja Yaman, oleh Muhajir bin Umayya.
Mereka semua berangkat masing-masing menuju ke tempat yang telah ditugaskan oleh Nabi. Mereka berangkat dalam waktu yang bersamaan menurut pendapat sebagian besar penulis-penulis sejarah, sebagian lagi berpendapat, mereka berangkat dalam waktu berlain-lainan.
Tindakan Nabi Muhammad mengirim utusan-utusan itu memang luar biasa sekali, menakjubkan. Betapa tidak! Belum selang tiga puluh tahun sesudah itu, daerah- daerah tempat Rasulullah mengirim utusan-utusannya itu telah dimasuki oleh kaum Muslimin dan sebagian besar mereka telah beragama Islam.
Tetapi, ketakjuban akan segera hilang bila kita ingat, bahwa kedua imperium raksasa ini, yang telah mengemudikan jalannya dunia masa itu, dengan peradabannya yang telah menguasai seluruh dunia, mereka ini saling memperebutkan kemenangan materi, sedangkan kekuatan rohani keduanya sudah rontok dan hilang.
Persia sendiri sudah terbagi antara paganisma dan Mazdaisma. Demikian juga agama Kristen di Bizantium, sudah goyah sekali, karena adanya pelbagai macam aliran sekta dan golongan. Ia sudah tidak lagi merupakan suatu ajaran yang utuh, yang dapat menggerakkan dan memberi tenaga hidup ke dalam jiwa manusia.
Malahan ia sudah berbalik menjadi sekadar upacara-upacara, serta tradisi yang dielu-elukan oleh pemuka-pemuka agama ke dalam pikiran orang-orang awam supaya dapat mereka itu dikuasai dan diperkuda.