REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Covid-19 mulai didistribusikan di berbagai negara. Namun kemudian muncul pertanyaan, apakah bahan-bahan vaksin tersebut halal untuk umat Islam.
Berbagai diskusi pun digelar di kalangan umat Islam. Di Mumbai, India, cendekiawan Muslim mengatakan bahwa vaksin apapun dengan gelatin babi tidak diizinkan bagi Muslim di bawah hukum Islam.
“Ada laporan tentang vaksin China dengan bagian-bagian tubuh babi. Karena babi adalah Haram bagi Muslim, vaksin yang mengandung bagian tubuhnya tidak diperbolehkan," kata Sekretaris Jenderal Akademi Raza, Saeed Noorie dilansir dari About Islam, Jumat (25/12).
Cendekiawan Muslim Sunni khawatir, apabila vaksin corona dari Cina tersebut mengandung gelatin babi. Dalam sebuah pernyataan video, Noorie bahkan mengimbau Pemerintah India untuk tidak memesan vaksin China yang mengandung gelatin babi.
"Setiap vaksin yang dipesan atau dibuat di India, pemerintah harus memberikan daftar kandungan vaksin kepada para ulama sehingga mereka bisa membuat pengumuman terkait penggunaan vaksin tersebut," kata Noorie.
Gelatin yang berasal dari daging babi telah banyak digunakan sebagai penstabil, untuk memastikan vaksin tetap aman dan efektif selama penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa perusahaan telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mengembangkan vaksin bebas daging babi.
Juru bicara Pfizer, Moderna dan AstraZeneca menyatakan, bahwa produk daging babi bukan bagian dari vaksin Covid-19 mereka. Tetapi persediaan terbatas dan kesepakatan yang sudah ada sebelumnya senilai jutaan dolar dengan perusahaan lain berarti bahwa beberapa negara dengan populasi Muslim yang besar, seperti Indonesia, akan menerima vaksin yang belum disertifikasi bebas gelatin.
Di sisi lain, otoritas Islam tertinggi UEA, Dewan Fatwa UEA, telah memutuskan bahwa vaksin virus corona diizinkan bagi umat Islam meskipun mengandung gelatin babi, berdasarkan laporan Free Press Journal .
"Jika tidak ada alternatif, vaksin virus corona tidak akan tunduk pada pembatasan Islam pada daging babi karena kebutuhan yang lebih tinggi untuk melindungi manusia," kata Sheikh Abdallah bin Bayyah, ketua otoritas Islam tertinggi UEA.
Dewan menambahkan bahwa dalam kasus ini, gelatin babi dianggap sebagai obat, bukan makanan, dengan berbagai vaksin yang sudah terbukti efektif melawan virus yang sangat menular yang menimbulkan risiko bagi seluruh masyarakat.
Pendapat Bin Bayyah selaras dengan fatwa sebelumnya yang dikeluarkan oleh Islamic Religious Council of Singapore.
Pendapat yang diterbitkan awal bulan ini, mengutip fatwa sebelumnya yang mengatakan bahwa "jika tidak ada alternatif, produk yang mengandung bahan terlarang masih dapat digunakan untuk pengobatan karena tujuannya untuk menyelamatkan nyawa."
Zat tidak murni atau barang terlarang yang digunakan dalam proses hulu akan mengalami banyak lapisan proses kimia seperti penyaringan yang akan membuatnya tidak terdeteksi dalam proses akhir.
“Dalam hukum Islam, proses ini mirip dengan istihala, di mana substansi asli berubah bentuk dan sifatnya dan tidak lagi dilarang.” katanya.
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.