Sebagai ulama pejuang, ia pun selalu menjadi incaran tentara kolonial Belanda. Bahkan, pihak Belanda sampai mengadakan sayembara untuk menangkap Kiai Fauzan. Siapa saja yang memberitahukan keberadaannya maka Belanda akan memberikan hadiah.
Akhirnya, menjelang kekalahan Belanda ia pun tertangkap oleh musuh di Bangsri dan kemudian dimasukkan ke dalam sel tahanan Belanda di Jepara. Namun, setelah terjadi penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda kepada Republik Indonesia pada 1949, Kiai Fauzan dibebaskan dari tahanan.
Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, Kiai Fauzan kemudian aktif berjuang melalui gerakan-gerakan sosial-keagamaan. Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan KH Hasyim Asy’ari menjadi organisasi yang dipimpinnya sejak 1945, khususnya di Jepara. Sebelumnya, Kiai Fauzan juga aktif di Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebagai wakil dari organisasi NU.
Sekitar 1949, Kiai Fauzan juga dipercaya oleh pemerintah untuk menjadi Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jepara. Jabatan ini diemban sampai akhir 1960-an akhir. Penunjukan tersebut tidak lepas dari keaktifannya dalam kegiatan sosial-keagamaan di tengah masyarakat, yaitu dakwah dengan cara berkelana dari satu desa ke desa yang lain.
Banyak hal yang dilakukan Kiai Fauzan selama menjadi Kepala Kemenag Kabupaten Jepara, diantaranya ia memiliki program kegiatan pengajian rutin setiap bulan di setiap masjid besar yang ada di kecamatan.
Selain itu, Kiai Fauzan memiliki program yang unik, bahwa setiap kepala KUA disetiap kecamatan harus bisa membaca kitab kuning. Menurutnya, kepala KUA tidak hanya harus memahami masalah sosial tapi juga harus menguasai landasan atau ilmu ilmu pokok keagamaan yang ditunjukkan dengan kemampuan membaca kitab kuning yaitu kitab Fathul Muin.
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.