Kalau tidak begitu, Nippon dikhawatirkan bisa membakar dayah tempatnya mengajar dan bahkan desa tempat tinggalnya. Menyerah belum tentu mati syahid, melainkan mati hina. Tetapi melawan sudah terang syahid! jawab sang tengku, tegas.
Perjuangan Tgk Abdul Djalil tercatat dalam buku Buya Hamka, Kenang-kenangan Hidup (jilid tiga). Diceritakannya, dayah mubaligh tersebut akhirnya dikepung pasukan Nippon tepat pada 11 November 1942.
Para santri sudah bersiap menghadapi serbuan. Namun, jalannya pertempuran sangat tidak imbang. Persenjataan para prajurit Jepang jauh mengungguli mereka.
Menurut Buya Hamka, sebanyak 98 orang santri gugur dalam kejadian ini. Tgk Abdul Djalil sendiri kemudian ditangkap. Pengadilan Nippon menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Setelah dieksekusi, jasad sang syuhada dipertontonkan di hadapan publik. Tindakan itu justru semakin meningkatkan resistensi orang Aceh. Saking paniknya, pemerintah militer Nippon lantas menggeledah setiap rumah penduduk dan menyita apa pun benda tajam dari warga bahkan termasuk pisau dapur.
Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.