Sahijab – Menteri Agama Fachrul Razi mengeluarkan surat edaran atau SE tentang Tata Cara Beribadah Selama Ramadhan dan Salat Idul Fitri, di tengah pandemi vrus Corona atau Covid-19.
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar meminta, pemerintah menegaskan peta zona COVID-19 secara rinci, sebagai acuan SE tersebut. Di zona merah itulah, SE bisa diterapkan secara ketat.
"Bila perlu (pemetaan zona persebaran Covid-19) diperkecil sampai ke tingkat desa dan tingkat kampung. Mana yang zona hijau, zona kuning, dan zona merah. Ini yang bisa (memetakan zona) hanya pemerintah, biar rakyat tidak semakin bingung," kata Miftachul usai istigasah kubra online di kantor NU Jawa Timur di Surabaya.
Baca juga: Haute Hijab Beri Bantuan Tenaga Medis yang Perangi COVID-19
Pada prinsipnya, lanjut Pengasuh Pesantren Miftahus Sunnah Kedung Tarukan itu, NU sepakat dengan SE Menag tersebut. Mengutip sabda Nabi soal wabah, di dalam Islam juga diajarkan tentang keharusan melakukan pembatasan wilayah dan menjaga jarak sosial ketika wabah penyakit terjadi di satu wilayah. Karena itu, pemetaan zona menjadi penting untuk mengukur ada tidaknya kondisi darurat.
Dia menambahkan, pemetaan zona menjadi dasar, apakah di satu kawasan, secara luas hingga ke titik terkecil di desa, sudah masuk kategori darurat atau tidak. Nah, darurat inilah yang dijadikan 'illat tata cara peribadatan dalam perspektif hukum Islam. "Kalau keadaan belum membaik kan jelas. Dalam edaran itu ada kata-kata dalam kondisi tidak memungkinkan, kalau itu alasannya, kita terima, tetapi jangan digeneralisir," ujar Miftachul.
Ia mencontohkan di Kota Surabaya, yang masih ada di kelurahan dan kampung tertentu masih zona hijau dan karenanya masih melaksanakan sholat Jumat di masjid, dengan tetap memperhatikan protokol Covid-19, seperti menyediakan hand sanitizier, masker, dan lainnya. "Di Surabaya, ada kecamatan yang masih (zona) hijau dan sholat Jumat masih dilakukan," ujarnya.