“Allah memanggil penduduk surga, ‘Hai penduduk surga’! Mereka menjawab, ‘Baik, kami penuhi panggilan-Mu, dan seluruh kebaikan berada di tangan-Mu’! Allah meneruskan, ‘Apakah kalian telah puas’! Mereka menjawab, ‘Bagaimanakah kami tidak puas wahai Rabb, sedang telah Engkau beri kami sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada satu pun dari makhluk-Mu’!
Allah kembali berkata, ‘Maukah Aku beri kalian suatu yang lebih utama daripada itu semua’? Mereka balik bertanya, ‘Ya Rabb, apalagi yang lebih utama daripada itu semua’? Allah menjawab, ‘Sekarang Aku halalkan untuk kalian keridhaan-Ku, sehingga Aku tidak marah terhadap kalian selama-lamanya’! [HR. Al-Bukhari 6964].
Karena urgensi inilah, cara hidup para nabi adalah dengan bersegera menuju keridhaan Allah. Sebagaimana Nabi Musa yang bersegera menuju keridhaan Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
“dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku).” [Quran Thaha: 85].
Demikian juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam kondisi kesedihannya saat anaknya wafat, beliau dengan penuh adab kepada Allah Ta’ala mengatakan,
تَدْمَعُ العَيْنُ، وَيَحْزُنُ القَلْبُ، وَلَا نَقُوْلُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَاللهِ يَا إِبْرَاهِيْمُ إِنَّا بِكَ لَمَحْزُوْنُوْنَ