Menurut Kiai Miftah, sesama anggota tubuh saling memengaruhi manusia untuk mendorong melakukan perbuatan. Baik itu sikap tercela maupun terpuji. Kata dia, mulutlah yang akan menjadi kunci atas kehendak anggota tubuh tersebut. Melakukan atau sebaliknya.
“Setiap hari kita ini tidak merasa bahwa lisan kita 'didemo'. Siapa yang 'demo'? Ya anggota tubuh kita sendiri selain lisan,” pungkasnya.
“Maksudnya, lisan kita ini didemo oleh anggota tubuh yang lain, karena lisan ini yang pegang bendera, lisan ini yang menjadi penentu. Baik dan tidaknya anggota tubuh kita apa kata lisan,” imbuhnya.
Mulut tidak selalu mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi. Bisa jadi ucapannya itu tidak selaras dengan fakta yang sebenarnya.
Karena itu, mulut tidak bisa menjadi tolok ukur atau alat kepercayaan satu-satunya untuk bisa mengungkap sebuah fakta.
“Makanya nanti di akhirat, yang nyerocos itu bukan mulut, mulut sudah dikunci, lalu anggota lain yang berbicara,” pungkas Kiai Miftah.