Tidak disebutkannya nama Dajjal secara jelas dalam Al-Qur'an, adalah sebagai penyakit terhadapnya, sebagai manusia yang mengaku dirinya tuhan. Dan hal itu tidak menafikan keagungan Allah, kebesaran dan kejayaan-Nya maupun kemahasucian-Nya dari segala kekurangan.
Nama Dajjal itu bagi Allah SWT terlalu hina untuk disebut, terlalu kecil dan tidak berarti untuk diceritakan ataupun diperingatkan tentang pengakuannya. Para Nabi telah menjelaskan kepada umat mereka masing-masing tentang Dajjal, dan telah mengingatkan betapa pengakuannya maupun perbuatan-perbuatannya.
Lantas apa bedanya dengan kisah Firaun yang mengaku Tuhan namun tetap dijelaskan dalam Al-Qur'an?
Dalam surat An-Naziat ayat 24 disebutkan “Firaun berkata, akulah tuhanmu yang tertinggi.” Kemudian juga dalam surat Al-Qashas ayat 38 yang berbunyi, “Hai para pembesar kaumku, aku tidak mengetahui adanya tuhan bagimu selain aku.”
Para ulama tafsir berpendapat, kisah Firaun tercatat dalam Al-Qur'an karena peristiwanya telah berlalu dan kedustaannya dapat menjadi pelajaran bagi setiap mukmin yang beriman dan berakal. Sedangkan soal Dajjal, peristiwa itu belum terjadi. Oleh karena itu Allah SWT tidak menyebutkan namanya dalam Al-Qur'an, sebagai penyesuaian terhadapnya.