Sahijab – Perbedaan penentuan 1 Syawal NU dan Muhammadiyah kerap menjadi pertanyaan umat muslim di Indonesia. Metode rukyat merupakan metode menetapkan awal bulan Hijriah dengan cara melihat langsung kemunculan hilal di ufuk Barat pada saat Maghrib tanggal 29 bulan Hijriah.
Jika hilal terlihat, maka mulai Maghrib malam tersebut sudah masuk tanggal 1 bulan baru. Namun, jika hilal tidak terlihat, maka umur bulan yang sedang berlangsung di istikmal (digenapkan) 30 hari. Tanggal 1 bulan barunya ditetapkan pada Maghrib hari berikutnya.
Sementara, metode hisab adalah metode menetapkan awal bulan Hijriah dengan cara menghitung posisi hilal saat Maghrib tanggal 29 Hijriah. Jika hilal secara hisab telah memenuhi kriteria tertentu, maka mulai Maghrib malam tersebut ditetapkan tanggal 1 bulan baru.
Tetapi bila secara hisab hilal belum memenuhi kriteria tertentu, maka bulan yang berlangsung di istikmal (digenapkan) 30 hari dan tanggal 1 bulan baru ditetapkan pada Maghrib hari berikutnya.
Dilansir dari berbagai sumber berikut merangkum perbedaan penentuan 1 Syawal NU dan Muhammadiyah:
NU melakukan penetapan Idul Fitri 1 Syawal 1444 H menggunakan metode rukyat terlebih dahulu pada maghrib Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023.
Setelah dilakukan rukyat, maka tanggal 1 Syawal 1444 H baru bisa di-itsbat (ditetapkan). Bila saat rukyat hilal terlihat, maka 1 Syawal 1444 H akan ditetapkan Jumat, 21 April 2023. Jika hilal tidak terlihat maka 1 Syawal 1444 H akan ditetapkan Sabtu, 22 April 2023.
Namun, NU kini telah mengadopsi kriteria baru MABIMS (Neo MABIMS), yaitu tinggi hilal minimal 3 derajat dan jarak elongasi minimal 6,4 derajat. Kriteria ini selain digunakan oleh NU untuk menyusun kalender hijriah juga digunakan untuk menolak kesaksian di bawah kriteria tersebut.
Jika Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023 ada yang mengaku melihat hilal, maka akan ditolak. Sebab, belum memenuhi kriteria imkan rukyat Neo MABIMS. Dengan demikian, kemungkinan besar yang berpaham rukyat seperti NU akan menetapkan 1 Syawal 1444 H bertepatan dengan Sabtu, 22 April 2023.
Sementara Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal berdasarkan dua parameter, yaitu saat Maghrib tanggal 29 bulan hijriah. Pertama telah terjadi ijtimak dan kedua posisi hilal sudah ada di atas ufuk lebih dari 0 derajat, maka mulai maghrib malam tersebut sudah masuk tanggal 1 bulan baru hijriah.
Namun, apabila saat Maghrib belum memenuhi kriteria di atas maka tanggal 1 bulan baru hijriah ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Sebagai contoh, pada Kamis, 29 Ramadhan 1444 H/20 April 2023, ijtimak geosentris sudah terjadi, bahkan bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari, yaitu pada jam 11:12:27 WIB. Kemudian tinggi Bulan saat Matahari terbenam di Indonesia antara 0° 44' 26" s/d 2° 21' 38".
Data hisab tersebut menunjukkan bahwa secara hisab wujudul hilal, hilal sudah muncul, sebab syaratnya sudah terpenuhi. Yaitu ijtimak terjadi sebelum maghrib dan posisi Bulan sudah positif di atas ufuk. Hingga menurut hisab wujudul hilal seperti ini, 1 Syawal 1444 H ditetapkan bertepatan dengan Jum'at, 21 April 2023.