Industri musik Indonesia telah eksis jauh sebelum UU Hak Cipta 2014 lahir. Pola-pola lama yang sudah mengakar kuat sulit ditinggalkan. Kebijakan baru yang mengacu pada kesepakatan global, seperti sistem royalti yang terintegrasi, nampaknya sulit diterima sepenuhnya oleh beberapa pemangku kepentingan. Resistensi terhadap perubahan ini justru menghambat kemajuan bersama dan menciptakan gesekan yang terus-menerus.
Perseteruan yang terus-menerus ini sangat tidak sehat bagi industri musik Indonesia. Selain menguras energi dan sumber daya para pelaku industri, konflik ini juga merusak kepercayaan, menghambat kreativitas, dan melemahkan ekosistem industri. Ketika para musisi sibuk berseteru di pengadilan, bagaimana mungkin kita bisa bersaing dengan industri musik asing yang telah memiliki sistem royalti yang jauh lebih solid dan transparan?
Ironisnya, kondisi ini justru membuat industri musik Indonesia semakin rentan untuk "dijajah" habis oleh konten dan industri musik asing. Royalti musik adalah pilar strategis bagi keberlangsungan industri di seluruh dunia, yang telah diakui hingga membentuk World Intellectual Property Organization (WIPO). Jika pilar ini rapuh di rumah sendiri, bagaimana kita bisa berdiri kokoh?
Perlu ada penyederhanaan informasi yang lebih efektif. Terjemahkan aturan hukum ke bahasa yang sangat mudah dicerna, lengkap dengan contoh kasus nyata dan visual yang menarik, seperti infografis dan video tutorial.