Tiga naskah terbaik diumumkan malam itu. "Sang Penjaga" karya Sesarini dan Lyza Anggraheni dari Yogyakarta berhasil menyabet posisi juara pertama. Diikuti oleh "Pool Party" dari Aisyah Aulia dan Adrian Fauzi asal Jatinangor sebagai juara kedua, serta "In the Name of Me" oleh Teresa Katarina dan Jonathan Gradiyan dari Jakarta yang menduduki posisi ketiga. Ketiga proyek tersebut akan menerima dana produksi serta bimbingan dari Europe on Screen agar dapat diwujudkan menjadi film pendek berkualitas dan berpotensi tampil di berbagai festival film nasional maupun internasional.
Malam penutupan EoS 2025 juga diwarnai oleh pemutaran film asal Italia yang sangat menyentuh, The Boy with Pink Pants (2024), disutradarai oleh Margherita Ferri. Film ini terinspirasi dari kisah nyata Andrea Spezzacatena, seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun yang mengakhiri hidupnya setelah menjadi korban bullying dan cyberbullying. Andrea menjadi sasaran ejekan hanya karena mengenakan celana berwarna merah muda, yang muncul akibat kesalahan saat mencuci. Celana itu menjadi simbol perundungan seksual dan ejekan homofobik yang diterimanya di sekolah.
Tragedi Andrea menjadi kasus pertama di Italia yang menyita perhatian nasional soal pentingnya perlindungan terhadap anak dan isu kesehatan mental remaja. Film ini menceritakan keseharian Andrea, remaja cerdas dan penyanyi paduan suara yang hidup bersama ibunya pasca perceraian orang tua. Perundungan bermula saat Andrea memakai celana yang telah berubah warna menjadi pink, yang kemudian memicu komentar kejam dan pengucilan dari teman-temannya.
Tekanan semakin kuat ketika sebuah foto Andrea tersebar di media sosial disertai komentar menyakitkan. Teman-teman yang ia percaya justru mengkhianatinya, membuat Andrea merasa benar-benar sendirian. Film ini tidak menampilkan adegan bunuh diri secara eksplisit, namun membangun ketegangan emosional yang dalam hingga klimaks. Film ini diadaptasi dari buku karya Teresa Manes, ibu dari Andrea, yang juga menjadi konsultan utama dalam proses pembuatan film. Ia ingin kisah anaknya menjadi peringatan bagi orang tua, guru, dan masyarakat bahwa perundungan bukan hal sepele dan bisa membawa dampak fatal jika dibiarkan.
Margherita Ferri sebagai sutradara memutuskan untuk menggunakan pendekatan yang halus dan manusiawi, menghindari adegan eksplisit namun tetap menyentuh. Lagu tema "Canta Ancora" yang dinyanyikan Arisa menjadi kekuatan emosional film ini dan berkontribusi signifikan pada atmosfer yang diciptakan.