Sahijab – Hand sanitizer menjadi barang paling banyak dicari selain masker, saat virus Corona atau Covid-19 mulai terdeteksi masuk ke Indonesia. Bahkan, harga hand sanitizer juga ikut meroket, seiring permintaan pasar yang cukup tinggi.
Siswa jurusan Farmasi Klinis di Sekolah Menengah Kejuruan Prajnaparamitha Malang pun kebanjiran orderan hand sanitizer. Kebetulan, pembuatan hand sanitizer merupakan salah satu tugas sekolah, di mana setiap siswa wajib memproduksi satu produk.
Kepala Jurusan Farmasi Klinis SMK Prajnaparamitha, Malang, Deniar Wulandari (29 tahun) mengatakan, hand sanitizer ini sudah rutin diproduksi sejak 2015 oleh siswa. Awalnya, hand sanitizer diproduksi bukan untuk dijual. Melainkan, untuk tugas sekolah atau praktikum, di mana karya siswa ini akan dinilai dan diuji oleh para guru sekolah.
"Kemudian, ada siswa kami yang kerja paruh waktu di apotek, memberi tahu kalau stok hand sanitizer di sejumlah apotek habis. Akhirnya, muncul ide bagaimana hand sanitizer karya siswa ini diproduksi massal," kata Deniar, saat ditemui.
Kemudian pada Rabu pekan lalu, sekolah dan 32 siswa jurusan Farmasi Klinis mulai melakukan penelitian membuat hand sanitizer yang dibutuhkan masyarakat. Uji coba dilakukan selama sepekan, hingga pada Selasa, 3 Maret 2020, SMK ini mulai memasarkan produknya. Tidak disangka, 500 botol hand sanitizer karya siswa sekolah ini langsung ludes terjual.
"Kita produksi 500 botol dan terjual semua. Saat ini, kita produksi lagi 500 botol melayani pesanan dari luar sekolah. Ada juga apotek yang meminta suplai hand sanitizer. Kita dahulukan lingkungan sekolah dulu, untuk siswa, guru dan keluarga siswa," ujar Deniar.
Deniar mengungkapkan, sampai saat ini, pihaknya masih terus mendapat pesanan dari luar daerah. Mulai dari Surabaya, Jakarta, Bali, bahkan hingga China. Sejauh ini, pihak sekolah baru sebatas berkomunikasi, tetapi belum menerima orderan dari luar daerah. Sebab, hand sanitizer bermerk Covid ini tujuan utamanya merupakan praktikum, bukan produk jualan siswa seperti perusahaan kesehatan.
"Order Jakarta, Bali, bahkan China, sepertinya instan. Kami belum mengiyakan, karena juga harus melihat produksi kami. Apalagi, mereka ini kan belajar, bukan bekerja. Jadi, produksi sewajarnya saja," tutur Deniar.
Bahan hand sanitizer yang dibuat siswa sekolah ini terdiri dari alkohol 96 persen, aquades, ditambah aloe vera gel, dan diberi geliserin. Dalam sehari dengan masa pengerjaan selama lima jam, siswa sekolah ini mampu memproduksi 500 botol. Per botol berisi 60 mililiter cairan hand sanitizer.
"Di pasaran, alkohol 70 persen kita pakai 96 persen efek sampingnya bisa kasar di tangan. Makanya, kita kasih aloevera dan gliserin, agar tidak kasar di tangan. Bahan alkohol 70 persen sudah membunuh kuman dan bakteri sebenarnya, tetapi kita pakai yang lebih tinggi. Sejauh ini, tidak ada efek samping lainnya," kata Deniar.
Deniar mengungkapkan, hand sanitizer diproduksi mulai pukul 11.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB. Untuk pagi, siswa dikhususkan mengikuti mata pelajaran formal. Bahkan, agar siswa tidak ketinggalan mata pelajaran, 32 siswa yang memproduksi hand sanitizer dibuat dengan sistem bergantian. Selain itu, produk yang awalnya tugas praktikum ini hanya dibuat pada Senin sampai Kamis saja.
"Izin masih dalam pengurusan ke Dinkes, produksi hanya Senin sampai Kamis. Jumat dan Sabtu libur, karena sterilasi labolatorium dulu. Siswa yang ikut memproduksi mendapat keuntungan 20 persen, 80 persen untuk pembelian bahan. Satu botol dijual Rp15 ribu," ujar Deniar.