Dalam Kitab Sunan An-Nasa'i disebutkan, hadits tentang diangkatnya amal seseorang pada bulan Syaban tersebut dinilai hasan, sebagaimana termuat dalam At-Ta'liiq ar-Raghiib.
Namun, ada sebuah hadits yang menyebut bahwa Rasulullah SAW melarang umatnya berpuasa setelah separuh bulan atau setelah Nisfu Syaban.
Terkait persoalan ini, ulama berbeda pendapat. Karena ada satu hadis yang melarang puasa setelah nisfu Sya’ban, dan dalam riwayat al-Bukhari, Nabi juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadhan.
Melansir Jatim NU, ulama melarang puasa setelah nisfu Sya’ban dikarenakan pada hari itu dianggap hari syak atau ragu-ragu, karena sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Dikhawatirkan, orang yang puasa setelah nisfu syaban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadhan.
Larangan berpuasa setelah Nisfu Syaban pada hadits tersebut bukan untuk menunjukkan hukum haram, akan tetapi menunjukkan hukum makruh.
Dalam hal ini, melalui mazhab Syafi'i, orang yang memiliki kebiasaan berpuasa pada hari itu, maka dia boleh tetap berpuasa sekalipun telah di separuh pertama bulan syaban. Seperti mengerjakan puasa senin dan kamis, puasa ayyamul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahar.