• Photo :
        • Ustadz Abdul Somad,
        Ustadz Abdul Somad

      Sahijab – Salah satu syarat untuk sahnya sholat adalah berwudhu. Begitu pentingnya berwudhu hingga akan batal atau sia-sia sholat seseorang jika wudhunya tidak sempurna.

      Bahkan, menurut Alquran dan hadis, meski sudah berwudhu, jika pada praktiknya kita mengalami beberapa hal yang membatalkan wudhu, maka sholat kita tetap saja dianggap tidak sah.

      Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah tak akan menerima sholat salah seorang dari kalian, jikalau ia berhadas sampai ia berwudhu.” (HR.Bukhari)

      Baca juga: Manfaat Medis Membasuh Telinga Saat Berwudhu

      Dari hadis di atas, dengan jelas kita pahami tentang pentingnya berwudhu dan menyempurnakan wudhu ketika hendak melakukan sholat, baik fardhu maupun sunnah. Untuk itu, penting bagi kita untuk mengetahui sebenarnya apa saja perkara yang membatalkan wudhu.

      Ustadz Abdul Somad, seperti dikutip Sahijab dari materi ceramahnya di Youtube, juga mendapat pertanyaan terkait wudhu. Terutama, apakah makan dan minum membatalkan wudhu?

      Ustadz kondang yang akrab dipanggil UAS itu menegaskan bahwa makan dan minum tidak membatalkan wudhu. "Tapi, kalau dia berlemak, susu, santan, cendol, maka habis itu kumur-kumur air putih,'' ujar Tuan Guru Datuk Seri Ulama Setia Negara.

      UAS menambahkan, paling bagus lagi bersiwak. Sebab, ternyata dalam siwak itu terkandung zat-zat menghilangkan bau mulut dan menghilangkan ulat gigi.

      Baca juga: Heboh UAS di Acara Refly Harun, Ayana Moon: Saya Harap Bisa Cepat...​

      Para ulama sepakat bahwa makanan dan minuman tidak membatalkan wudhu, dan seseorang bisa melaksanakan ibadah shalat usai makan sekalipun ia tidak kemabali mengambil air wudhu. Namun, ada beberapa jenis makanan yang bisa menjadi satu perkara yang membatalkan wudhu, selain makanan dan minuman yang diharamkan tentunya.

      Pemahaman itu berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits sahih, yang artinya :

      “Pernah ada seseorang yang mengajukan pertanyaan pada Rasulullah saw., “Apakah aku harus berwudhu sesudah makan daging kambing?” Beliau menjawab, “Jika engkau mau, maka berwudhulah. Namun jika tidak, maka tak mengapa engkau tidak berwudhu (lagi).” Orang tersebut bertanya lagi, “Apakah seseorang harus berwudhu setelah makan daging unta?” Beliau bersabda, “Iya, kamu harus berwudhu (lagi) setelah makan daging unta.” (HR. Ahmad 21358, Muslim 828, dan yang lainnya).

      Beberapa ulama’ juga mengemukakan pendapat bahwa makanan yang dimasak dapat menjadi salah satu perkara yang membatalkan wudhu seseorang. Mengacu pada hadis : “Harus wudhu, karena makan makanan yang tersentuh api.” (HR.Muslim 814)

      Sebetulnya, apa sih yang membatalkan wudhu itu? Setidaknya, seperti dikutip Sahijab dari Umma, ada empat perkara pokok yang disebut dapat menjadi penyebab batal wudhu seorang muslim. Jika salah satu atau beberapa perkara yang disebutkan ini terjadi pada kita, maka diwajibkan untuk kembali mengambil air wudhu sebelum melaksanakan sholat.

      Apa saja yang keluar dari dubur dan qubul

      Sesuatu yang keluar dari qubul atau kemaluan dan juga dubur adalah perkara yang dapat membatalkan wudhu. Sesuatu yang keluar dari qubul, misalnya adalah (maaf) air kencing, madzi, wadi, darah (nifas/haids), dll. kecuali mani. Semua itu, jika keluar saat kita telah berwudhu, batallah wudhu kita dan harus mengulanginya lagi. Begitu juga, ketika kita dalam keadaan menjalankan sholat, maka sholat pun batal karenanya.

      Sedangkan yang keluar dari dubur, misalnya adalah kentut, dan juga kotoran ketika kita buang air besar. Maka semua itu dapat menjadi perkara yang membatalkan wudhu kita.

      Nah, bagaimana jika kondisi tersebut terjadi ketika kita tengah menjalankan sholat? Seperti yang disebutkan di atas, kita harus menghentikan sholat, karena wudhu kita sudah batal. Maka, otomatis jika wudhu batal, sholatpun batal.

      Rasulullah bersabda: “Jangan ia berpaling (membatalkan sholatnya) sampai ia mendengar bunyi kentut (angin) tersebut atau mencium baunya.” (HR. Al-Bukhari no. 137 dan Muslim no. 361)

      Hilang Akal

      Banyak sekali kondisi yang mengategorikan ‘hilang akal’ ini, termasuk di antaranya adalah mabuk, pingsan, atau karena tidur yang pulas. Dengan ini, sekaligus menjelaskan bahwa kita tidak boleh langsung melaksanakan ibadah sholat setelh bangun dari tidur yang nyenyak. Meskipun sebelum tidur, kita dalam kondisi berwudhu, maka wudhu tersebut tidaklah sempurna jika kita gunakan untuk menunaikan ibadah sholat. Apalagi, jika sedang mabuk! Tentu, Anda tahu sendiri apa jawabannya.

      Tidur sendiri, juga masih dibedakan tergantung bagaimana kondisinya ketika tertidur. Para ulama menyebutkan, tidur nyenyak yang dimaksud adalah satu kondisi di mana seseorang tertidur dengan menyandarkan kepalanya atau membaringkan tubuhnya.

      Maka tidur, yang seperti itu bisa membatalkan. Sebaliknya jika seseorang tertidur dalam keadaan kepala tak bersandar, maka itu dikategorikan tidur yang tidak disengaja dan bukan termasuk perkara yang membatalkan wudhu.

      Contohnya adalah ketika seseorang melaksanakan ibadah sholat Jumat. Saat khatib khutbah Jumat, orang ini tertidur, tetapi tak menyadarkan kepalanya, maka ulama menganggap tidurnya tak membuat wudhunya batal. Namun, jika seseorang itu tidur dengan menyandarkan kepalanya di tiang atau di tembok masjid, atau meletakkan kepalanya di lutut, tidur yang seperti dianggap tidur yang disengaja dan dapat orang tersebut harus wudhu kembali sebelum melaksanakan ibadah sholat Jumat.

      Bersentuhan kulit dengan yang bukan mahram

      Yang dimaksud mahram adalah istri/suami, serta orang-orang yang haram untuk kita nikahi, misalnya ibu, adik, kakak, dll. Adapun yang bukan mahram, tetapi masih kecil atau belum berusia dewasa, asal tidak menimbulkan nafsu maka bukan termasuk perkara yang membatalkan wudhu, jika bersentuhan kulit tanpa adanya pengahalang. Pandangan tersebut adalah yang banyak diyakini oleh sebagian besar ulama dan menurut paham dari Imam Syafi’i.

      Menyentuh dan memegang kemaluan baik milik sendiri maupun orang lain

      Untuk perkara yang satu ini, berlaku bagi siapapun dan dalam keadaan apapun. Namun, masih ada beberapa perkara yang menjadi pembeda antara batal dan tidaknya wudhu kita ketika menyentuh kemaluan, berdasarkan posisi tangan yang kala itu digunakan untuk menyentuh atau tak sengaja menyentuh kemaluan.

      Jika kita tak sengaja menyentuh kemaluan dengan ujung dan samping dari jari-jari kita dan tangan bagian luar,itu tidak membatalkan wudhu. Kecuali, jika kita menyentuh kemaluan dengan bagian dari telapak tangan atau tangan bagian dalam, maka kita harus kembali berwudhu karena yang demikian adalah salah satu perkara yang membatalkan wudhu.

      Jima’

      Jima’ adalah salah satu perkara yang membatalkan wudhu, sekalipun pada saat melakukannya seseorang tidak mengeluarkan mani. Bahkan, ketika seseorang usai melakukan aktivitas tersebut bersama istri/suaminya, diwajibkan untuk keduanya agar mandi jinabat untuk membersihkan atau mensucikan diri dari hadas besarnya.

      Dari Abu Hurairah Ra diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Apabila seorang suami telah duduk di antara empat cabang istrinya, kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (menggauli istrinya), maka sungguh telah wajib baginya untuk mandi (janabah).” (HR. Al-Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)

      Ditambahkan pula dalam hadits riwayat muslim: “Sekalipun ia tidak keluar mani.”

      Baca juga: Hukum Mimpi Basah Saat Ramadhan, Wajibkah Berpuasa dan Mandi Besar?

       

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan