• Photo :
        • Ilustrasi berhijrah.,
        Ilustrasi berhijrah.

      Sahijab – Manusia dalam hidupnya akan sering nerhadapan dengan masalah. Ketika masalah belum bisa selesai, penting untuk kita menjaga prasangka baik atau husnudzon. Pada sesama manusia, juga pada Allah SWT yang Maha Pencipta. 

      Secara bahasa, husnudzon berasal dari dua kata yakni husnu dan dzan. Husnu artinya baik, dan dzan artinya prasangka. Jadi husnudzon artinya berbaik sangka. 

      Berbaik sangka ini sebaiknya berlaku tak hanya dalam hubungan dengan sesama manusia, juga dalam hubungan dengan Allah SWT, sang Maha Pencipta. Mengapa penting berbaik sangka pada Allah SWT? Sebab Allah adalah yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta.

      Berbaik sangka pada Allah SWT artinya selalu menyadari bahkwa ketetapan yang kita terima dari Allah SWT adalah ketetapan terbaik yang sudah Dia pilihkan. 

      Berprasangka baik pada Allah SWT juga sangat penting untuk perjalanan hidup manusia. Sebab, Allah SWT akan melakukan hal sesuai prasangka kita kepadaNya. Jika kita selalu berprasangka baik pada Allah, maka kita akan selalu menerima kebaikan begitu pula sebaliknya. 

      Dalil-dalil untuk berbaik sangka pada Allah SWT

      Berikut beberapa dalil yang bisa hijabers pahami, mengapa kita perlu berprasangka pada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:

      حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ

      قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِي

      “Sesungguhnya Allah berkata : Aku sesuai prasangka hambaku padaku. Jika prasangka itu baik, maka kebaikan baginya. Dan apabila prasangka itu buruk, maka keburukan baginya.” (HR. Muslim)

      حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ثُمَّ لِيُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ ثُمَّ تَحِيضَ ثُمَّ تَطْهُرَ ثُمَّ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ

      Baca juga: Syukur Nikmat, Ternyata Ada Caranya

      Dari Abu Hurairah R.A dia berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda :

      “Allah SWT berfirman, ‘Aku tergantung persangkaan hamba kepada-Ku. Aku bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingat-ku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diri-Ku. Kalua dia mengingat-Ku di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalua dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR. Muslim dan Bukhari)


      حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا


      “Janganlah salah satu diantara kalian mati, kecuali berprasangka baik terhadap Allah.” (HR. Muslim)

      Bentuk husnudzon kepada Allah SWT

      Berprasangka baik atau husnudzon pada Allah SWT tak cukup hanya dengan pikiran baik. Sebab perlu diteruskan dengan perilaku baik juga. Lalu apa saja bentuk tindakan husnudzon kita pada Allah SWT? Berikut pendapat dari Hasan Al-Bashri dan Ibnu Qayim.

      Hasan Al-Bashri R.A berkata :

      قَالَ الْحَارِثُ بْنُ مِسْكِينٍ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ عَنْ ابْنِ الْقَاسِمِ حَدَّثَنِي مَالِكٌ ح وَأَنْبَأَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى إِذَا أَحَبَّ عَبْدِي لِقَائِي أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ وَإِذَا كَرِهَ لِقَائِي كَرِهْتُ لِقَاءَ

      “Sesungguhnya seorang mukmin ketika berbaik sangka kepada Tuhannya, maka dia akan memperbaiki amalnya. Sementara orang buruk, dia berprasangka buruk kepada Tuhannya, sehingga dia melakukan amal keburukan.” (HR. Ahmad)

      Ibnu Qayim rahimahullah berkata:

      “Siapa yang dengan sungguh-sungguh memperhatikan, akan mengetahui bahwa khusnuzhan kepada Allah adalah memperbaiki amal itu sendiri. Karena yang menjadikan amal seorang hamba itu baik, adalah karena dia memperkirakan Tuhannya akan memberi balasan dan pahala dari amalannya serta menerimanya. Sehingga yang menjadikan dia beramal adalah prasangka baik itu. Setiap kali baik dalam prasangkanya, masa semakin baik pula amalnya."

      Menurut kedua imam ini, bentuk prasangka baik kita kepada Allah SWT harus diwujudkan dalam tindakan nyata, yaitu dengan memperbaiki amalnya terus menerus. Perbaikan amal yang senantiasa dilakukan menunjukkan keinginan kita agar selalu mendapat ganjaran kebaikan dari Allah SWT. Dan itu adalah suatu amalan yang konsisten. Seperti disampaikan oleh Ibnu Qayim, setiap kali baik dalam prasangka, maka semakin baik pula amalnya. 

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan