• Photo :
        • Ilustrasi hutang.,
        Ilustrasi hutang.

      Sahijab – Agama Islam mengatur segala sesuatunya dan apa pun itu namanya. Mulai dari kita bangun hingga mau tidur lagi. Semua sudah ada tuntunannya maupun ajarannya.

      Termasuk, perihal yang sangat vital seperti pinjam meminjam dalam soal finansial. Lalu, kenapa utang piutang dalam Islam sangat diatur?

      Baca juga: Doa agar Terbebas dari Utang​

      Kita tidak mungkin bisa menghindari yang namanya utang piutang. Kebutuhan dan kekuatan finansial yang berbeda, memaksa kita untuk saling membutuhkan satu dengan yang lain.

      Utang piutang ini tidak saja dialami oleh si miskin, tetapi si kaya juga bisa saja berutang. Bahkan, rasanya hampir semua orang kaya punya utang, tetapi tidak semua orang miskin berutang.

      Seperti dikutip Sahijab dari Cekaja, Islam membolehkan utang piutang dengan catatan, ada ketentuan-ketentuan dan adab yang berlaku, yaitu:

      Diperbolehkan berutang jika keadaan benar-benar terpaksa

      Nabi Muhammad SAW berkata bahwa utang menyebabkan kesedihan di malam hari dan kehinaan di malam hari.

      Di lain kesempatan, Rasulullah pernah menolak untuk mensholatkan jenazah ketika diketahui bahwa orang itu mempunyai utang, sedangkan ia tidak meninggalkan warisan apa pun guna membayar utangnya tersebut. 

      Vitalnya akan utang ini terlihat dari hadis Rasulullah yang berbunyi: “Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali utangnya”. (Riwayat Muslim).

      Bayangkan, seorang mujahidin yang dijanjikan surga akan tertahan langkahnya hanya karena persolan utang.

      Jika berutang, hendaknya diiringi dengan niat yang kuat untuk mengembalikannya

      Dengan niat yang kuat untuk membayar ini, maka Allah akan menolongnya agar ia bisa membayar utang tersebut. Dalam sebuah hadis dikatakan, Dari Abu hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah SWT akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya”. (Riwayat Bukhari)

      Pembayaran utang tersebut pun bisa dilakukan dengan cara sekaligus atau dicicil.

      Utang piutang dalam Islam diatur bahwa transaksi tersebut harus ditulis dan ada yang menjadi saksi

      Agar terhidar dari kesimpang siuran dan menjaga pihak yang berkelit, diwajibkan agar mencatat berapa jumlah utang tersebut, waktu dan tempat diserahkan utang tersebut. Dan, untuk menguatkan juga dituliskan nama si pemberi utang, nama penerima utang, serta nama saksi.

      Si pemberi utang dilarang keras untuk mengambil keuntungan atau manfaat dari si penerima utang

      Sebab, pemberian pinjaman didasari membantu si peminjam dari kesulitan finansial. Tidak untuk mencari untung. Bahkan, lebih dianjurkan lagi memberi penangguhan waktu pembayaran jika si penerima utang masih mengalami kesulitan finansial dalam membayar utangnya. Bahkan, kalau bisa membatalkan atau menganggap lunas utang tersebut.

      Dasar hukum ini dikuatkan dengan adanya firman Allah yang terdapat di Al-Baqarah ayat 280, juga sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: “Barang siapa ingin dinaungi Allah dengan naungan-Nya (pada hari kiamat), maka hendaklah ia menangguhkan waktu pelunasan utang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan utangnya.” (Riwayat Ibu Majah)

      Segera melunasi utang jika sudah mampu untuk membayar dan memberi hadiah kepada yang meminjamkan

      Nabi Muhammad SAW bersabda: “Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman.” (Riwayat Bukhari). Dengan demikian, jika yang berutang sudah mampu membayar, maka diharuskan untuk melunasi walau jatuh tempo masih lama. Selain itu, alangkah lebih baik jika si penerima utang menyertakan hadiah, sebagai balasan atas kebaikan si pemberi utang. Ini dianggap wajar saja dilakukan, mengingat kebaikan seseorang yang mau membantu kita mengatasi kesulitan finansial.

      Jika tidak mampu membayar, yang berutang boleh mengajukan pemutihan serta mencari perantara untuk mencari solusinya

      Ini sebuah kemungkinan yang sering terjadi, tetapi kebanyakan orang malah kabur dari utangnya. Padahal, dalam Islam diatur bahwa orang yang berutang boleh mengajukan pemutihan atau membebaskan dari utang, dan saat si pemberi utang tidak mau, maka hendaknya mencari orang yang dinilai paling bijak dalam menyelesaikan masalah tersebut.

      Demikianlah utang piutang dalam Islam diatur. Semua pihak akan dipertimbangkan dan bahkan diberikan posisi yang aman. Semoga kita bisa menjalaninya. Amin.

      Baca juga: Uang Koin Rp 1.000 Dijual Ratusan Juta, Ini Hukumnya dalam Islam​

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan