• Photo :
        • Ilustrasi bicara.,
        Ilustrasi bicara.

      Sahijab – Allah SWT mengingatkan, agar seorang anak berkata-kata baik atau tidak mengucapkan kata-kata kasar kepada orang tuanya. ''Maka, sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.'' (QS Al-Isra' [17]: 23) 

      Larangan mengucapkan kata-kata negatif atau berkata-kata buruk, tentu tidak hanya berlaku pada anak terhadap orang tuanya. Larangan ini berlaku bagi siapa saja dan terhadap siapa saja.

      Selain berdampak menyakitkan hati, yang berarti merusak hubungan kekeluargaan kata-kata negatif juga memengaruhi orang yang menjadi sasaran kata-kata itu secara psikologis.

      Baca juga: Pahala Diam dan Bicara​

      Sehingga, tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk berujar perkataan yang buruk, apa pun jabatannya. Malah sebaiknya, orang yang memiliki jabatan publik misalnya, harus mencontohkan berkata-kata baik. Untuk itu, Islam menganjurkan bagi penganutnya untuk terus berujar perkataan baik.

      Dalam kitab Syajarah Al-Kawn karya Ibnu Arabi yang ditahkik oleh KH Zainul Maarif, seperti dikutip Sahijab dari Republika.co.id dijelaskan, sesungguhnya Allah SWT mempunyai sifat-sifat yang unik, suci, dan sifat-sifat-Nya tidak bisa dihitung dengan entitas yang disifati. Allah berkata, mengabadikan langsung lewat Alquran, betapa pentingnya berkata-kata baik bagi hamba-Nya.

      Dalam Alquran Surat Ibrahim ayat 24, Allah berfirman:

      أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ

      Arab-Latin: A lam tara kaifa ḍaraballahu masalang kalimatan ṭayyibatang kasyajaratin ṭayyibatin aṣluha sabituw wa faruha fis-sama.

      Artinya: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,

      ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ

      Dharaballahu matsalan kalimatan thayyibatan kasyajaratin thayyibatin ashluha tsaabitun wa faruha fi as-sama-i."

      Yang artinya: “Allah SWT mengumpamakan kata-kata yang baik bagaikan pohon yang baik. Akarnya kokoh menancap di bumi dan cabangnya menjulang ke langit,”.

      Ada pula hadits yang terkait dengan ayat tersebut. Yakni hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang berkata bahwa Rasulullah SAW datang dengan talam berisi kurma matang (ruthab) sambil membaca ayat di atas. Rasulullah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat ‘pohon yang baik’ adalah pohon kurma (an-nakhlah), sedangkan ‘pohon buruk’ adalah pohon labu (al-hanzhal).

      Tentu demikian dijelaskan, tak hanya pohon kurma yang disebut sebagai pohon baik dan satu-satunya contoh pohon yang baik. Terdapat banyak pohon yang bagus lainnya yang bisa menjadi ilustrasi dari perkataan baik, seperti pohon kelapa, dan pohon lainnya.

      Sementara itu, pohon buruk pun bukan hanya pohon labu. Maka, ketika Nabi menyebutkan perihal pohon yang baik dan buruk dengan disebutkan contohnya. Hal itu, bukan menjadi pembatasan makna bagi dua pohon tersebut yang disebutkan di dalam Alquran.

      Sedangkan Ibnu Arabi mengutip ayat ini di dalam kitabnya dimaksudkan untuk menjelaskan makna kata pohon baik yang mengakar di bumi dan bercabang di langit. Dijelaskan, kata baik diposisikan sebagai penanda dari kata ‘kun’ (jadilah). Pohon baik yang mengakar di bumi dan menjulang ke langit itu dimaknai sebagai semesta yang muncul dari perintah pengadaan (kun) yang membentang dari bumi hingga langit.

      Baca juga: 5 Cara Terhindar dari Fitnah Dajjal

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan