• Photo :
        • Bocah lantunkan Al-Ikhlas,
        Bocah lantunkan Al-Ikhlas

      Sahijab – Kebanyakan kita sudah mengenal dengan surat Al Ikhlas. Dalam urutan mushaf Alquran, surat yang pendek ini berada sebelum Al Falaq. 

      Begitu banyak keutamaan surat ini, karena menjadi fondasi akidah kita. Simaklah apa kata Buya Hamka rahimahulloh, tentang surat al ikhlas ini.

      Pada ayat pertama, Alloh Ta’ala berfirman: 

      Qul huwallohu ahad

      "Katakanlah" - Hai UtusanKu" Dia adalah Allah, Maha Esa."

      Inilah pokok pangkal akidah, puncak dari kepercayaan. Mengakui bahwa yang dipertuhan itu Allah namaNya. Dan, itu adalah nama dari Satu saja. Tidak ada Tuhan selain Dia. Dia Maha Esa; mudak Esa, tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia.

      Baca juga: 7 Khasiat Surat Al Ikhlas

      Pengakuan atas Kesatuan, atau Keesaan-Nya, kepercayaan itulah yang dinamai Tauhid. Berarti menyusun pikiran yang suci mumi, tulus ikhlas bahwa tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu. Sebab, pusat kepercayaan di dalam pertimbangan akal yang sehat dan berpikir teratur hanya sampai kepada Satu.

      Tidak ada yang menyamaiNya, tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak pula ada teman hidupNya. Karena mustahillah kalau Dia lebih dari satu. Karena, kalau Dia berbilang, terbahagilah kekuasaanNya. Kekuasaan yang terbagi, artinya sama-sama kurang berkuasa.

      Allohush-shomad 

      "Allah adalah pergantungan." 

      Artinya, bahwa segala sesuatu ini adalah Dia yang menciptakan, sebab itu maka segala sesuatu itu kepadaNyalah bergantung. Ada atas kehendakNya.

      Lam Yalid wa lam yuulad

      "Tidak Dia beranak, dan tidak Dia diperanakkan."

      Mustahil dia beranak. Yang memerlukan anak hanyalah makhluk bernyawa yang menghendaki keturunan yang akan melanjutkan hidupnya. Seorang yang hidup di dunia ini merasa cemas kalau dia tidak mendapat anak keturunan. Karena, dengan keturunan itu berarti hidupnya akan bersambung. Orang yang tidak beranak kalau mati, selesailah sejarahnya hingga itu. 

      Tetapi, seseorang yang hidup, lalu beranak dan bersambung lagi dengan cucu, besarlah hatinya, karena meskipun dia mesti mati, dia merasa ada yang menyambung hidupnya.

      Untuk itu, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mustahil memerlukan anak. Sebab, Allah hidup terus, tidak akan pemah mati-mati. Dahulunya tidak bepermulaan dan akhimya tidak berkesudahan. Dia hidup terus dan kekal terus, sehingga tidak memerlukan anak yang akan melanjutkan atau menyambung kekuasaanNya sebagai seorang raja yang meninggalkan putera mahkota.

      Dan Dia, Allah itu, tidak pula diperanakkan. Tegasnya tidaklah Dia berbapa. Karena kalau Dia berbapa, teranglah bahwa si anak kemudian lahir ke dunia dari ayahnya, dan kemudian ayah itu pun mati.

      Wa lam yakul lahu kufuwan ahad

      "Dan tidak ada bagiNya yang setara, seorang jua pun."

      Kalau diakui Dia beranak, hendaknya Allah Tuhan itu mengenal waktu tua. Dia memerlukan anak untuk menyilihkan kekuasaanNya. Kalau diakui diperanakkan, tandanya Allah itu pada mulanya masih muda yaitu sebelum bapaNya mati. Kalau diakui bahwa Dia berbilang, ada bapa ada anak, tetapi kedudukannya sama, fikiran sihat yang mana jua pun akan mengatakan bahwa "keduanya" akan sama-sama kurang kekuasaannya.

      Surat Alquran ini mempunyai keistimewaan yang sangat agung. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Bahwa ia (surat Al-Ikhlash) menyamai sepertiga Alquran” (HR Bukhori Muslim). Jadi, kalau seorang membaca surat ini sebanyak tiga kali sama dengan ia telah membaca seluruh Alquran.

      Meskipun dinamai surat Al-Ikhlas, tak satu kata ”ikhlas” pun yang kita temukan di dalamnya. Ini menunjukkan Ikhlas itu tak ada yang mengetahuinya, kecuali Alloh semata. Tak jadi jaminan, orang yang berkata, saya ikhlas memberikan sedekah, atau amal kebajikan lainnya, sama dengan yang tersirat dalam hatinya. Orang yang terlihat khusyu menjalankan sholat, sejatinya sama dengan yang ada dalam hatinya. Karena, hanya Alloh yang bisa menilai keikhlasan seorang hamba.

      Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya ”Jawahirul Quran” bahwa di dalam Alquran itu ada tiga dasar utama, yaitu makrifat kepada Allah, makrifat pada hari akhirat, dan makrifat pada siratul Mustaqim. Maka, surat Al Ikhlas mengandungi satu dari makrifat itu, yaitu makrifatullah, dengan membersihkanNya, mensucikan pikiran terhadapNya dengan mentauhidkanNya.

      Baca juga: Tentang Ikhlas​

      Semoga uraian singkat Tafsir Alquran Surat Al Ikhlas ini, memberi banyak pencerahan bagi kita semua.

      Sumber: Islamic Newsletter/Kholis Bakri

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan