• Photo :
        • Ilustrasi sahabat Rasulullah SAW.,
        Ilustrasi sahabat Rasulullah SAW.

      Sahijab – Ali bin Abi Thalib adalah khalifah keempat yang berkuasa pada tahun 656 sampai 661. Dia termasuk golongan pemeluk Islam pertama dan salah satu sahabat utama Nabi.

      Untuk mengenal Ali bin Abi Thalib, Sahijab sajikan biografi dan profil sahabat Nabi ini, yang dikutip dari akun media berbagi video, channel Youtube Aniq Lutfi.

      Biografi dan Profil Ali bin Abi Thalib

      Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah keponakan dan menantu Nabi. Ali adalah putra Abi Thalid bin Abdul Muthalib. Ali adalah seseorang yang memiliki kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh vitalitas dan energik, perumus kebijakan dengan wawasan yang jauh ke depan. 

      Ia adalah pahlawan yang gagah berani, penasehat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad SAW.

      Baca juga: Biografi Habib Luthfi bin Yahya, Ulama dan Tokoh Berpengaruh

      Gelar-gelar yang disandang oleh Ali bin Abi Thalib:

      “Babul Ilmu” gelar dari Rasulullah, yang artinya karena beliau termasuk orang yang banyak meriwayatkan hadits. “Zulfikar”, karena pedangnya yang bermata. Juga disebut “Asadullah” (singa Allah) dan setiap Rasulullah memimpin peperangan, Ali selalu ada di barisan depan dan memperoleh kemenangan. 

      “Karramallahu Wajhahu”, gelar dari Rasulullah yang artinya wajahnya dimuliakan oleh Allah, karena sejak kecil beliau dikenal kesalehannya dan kebersihan jiwanya. “Imamul masakin” (pemimpin orang-orang miskin), karena beliau selalu belas kasih kepada orang-orang miskin, beliau selalu mendahulukan kepentingan orang-orang fakir, miskin dan yatim. Meskipun, ia sendiri sangat membutuhkan. 

      Ali termasuk salah satu seorang dari tiga tokoh dan sahabat Nabi yang di dalamnya bercermin kepribadian Rasulullah SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar Asshiddiq, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Tholib. Mereka bertiga, laksana mutiara memancarkan cahayanya. Itulah sebabnya, Ali dijuluki “Almurtadha”, artinya orang yang diridhai Allah dan Rasulnya.

      Proses dan Khalifahan Ali bin Abi Thalib:

      Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan setabil. 

      Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang di angkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi, karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan dia antara orang-orang Islam sebagaimana pernah ditetapkan Umar.

      Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakkan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman yang telah ditumpahkan secara zalim. 

      Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair, agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama “Perang Jamal (Unta)” Karena, Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, ketika hendak melarikan diri. Sedangkan Aisyah, ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

      Manajemen pemerintahan Ali bin Abi Thalib:

      Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. menjalankan sistem pemerintahaan sebagaimana khalifah sebelumnya, baik dari segi kepemimpinan ataupun manajemen. Dalam mengangkat seorang pemimpin, beliau mendelegasiikan wewenang dan kekuasaan atas wilayah yang dipimpinnya. Seorang memiliki kewenangan penuh untuk mengelola wilayah yang dikuasainya, namun khalifah tetap melakukan pengawasan terhadap kinerja pemimpin tersebut. 

      Khalifah senantiasa mengajak pegawainya untuk untuk hidup Zuhud, berhemat, dan sederhana dalam kehidupan. Begitu juga, untuk selalu memperhatikan dan berbelas kasihan terhadap kehidupan rakyatnya. Beliau juga mengajarkan sistem renumirasi. Selain itu, beliau juga konsisten terhadap kepentingan masyarakat secara umum.

      Peristiwa tahkim dan dampaknya:

      Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali, maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah golongan yang semula pengikut Ali, setelah berhenti perang Siffin mereka tidak puas, dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan yang sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul Jandal.

      Mereka berkomentar, mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali Allah. Maksudnya, tidak ada hukum selain bersumber kepada Allah. Khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam. Karena itu, orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarkan Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir.

      Sebaliknya, golongan kedua Syi’ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak menutup kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena ia manusia biasa. Selain itu, golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang berhak menjadi khalifah.

      Baca juga: Kisah Sahabat Nabi, Abu Bakar yang Patut Diteladani

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan