Sahijab – Terdapat beberapa hadis dhaif dalam ajaran agama Islam yang mengamalkan sebuah ajaran populer. Hadis dalam Islam memegang kedudukan kedua sebagai sumber hukum setelah Al Quran. Berdasarkan ulama ushul fiqij, hadis merupakan segala sesuatu yang asalnmya dari Rasul, baik itu perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang dapat dijadikan sebagai dalil hukum syara. Dilihat dari segi kualitasnya, hadis dibedakan atas tigas macam, yaitu hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dhaif.
Melansir dari berbagai sumber, sebuah hadis dikatakan shahih bila ada sanadnya bersambung, periwayatannya kerap menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, dhabit (kuat hafalannya dan juga bisa menyampaikan hafalan kapan saja) tak bertentangan dengan hadis lain, dan juga terhindar dari illat atau kecacatan. Sementara itu, hadis hasan mirip dengan hadis shahih, namun rawinya tidak kuat hafalannya. Sedangkan hadis dhaif adalah hadis yang lemah. Nah, berikut adalah ulasan mengenai hadis dhaif secara lebih lengkap.
Baca Juga: Hewan Qurban Jadi Kendaraan di Akhirat, UAH: Haditsnya Lemah
Berdasarjan sandarab matannya, hadis dhaif terbagi atas hadis mauquf dan maqthu. Hadis mauquf merupakan hadis yang diriwayatkan dari para sahabat dan berbentuk perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Sementara itu, hadis maqthu diriqayatkan dari Tabi’in.
Kedhaifan dari sebuah hadis kadang terjadai dalam sanad atau matannya. Tentang hal ini, hadis dhaif dibedakan atas tiga hal:
Ada beberapa pendapat tentang boleh atau tidaknya berhujjah dengan hadis dhaif ini. Terdapat ulama yang melarangnya secara jelas, tapi ada juga yang memperbolehkannya dengan syarat tertentu. Kemudian, Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan bahwa boleh berhujjah dengan hadis dhaif dengan alasan amalan, tapi memenuhi beberapa syarat berikut.
Mazhab Hanafi
Meskipun hadis dhaif, maka hadis dhaif boleh diamalkan dalam keutamaan Amal (Durar Al-Hukkam 1/36)
Mazhab Maliki
Para ulama sepakat boleh mengamalkan hadis dhaif dalam keutamaan amal dan meraih pahala / motivasi (Mawahib Al-Jalil, 1/56)
Mazhab Syafi'i
Telah kami jelaskan kesepakatan ulama untuk mengamalkan hadis dhaif dalam hal keutamaan amal, bukan hukum halal dan haram (Al-Majmu' 3/248)
Mazhab Hanbali
Diperbolehkan apabila akan mengamalkan hadts dhaif dengan keutamaan amal. Syekh Taqiyuddin berkata: “Artinya bahwa seseorang menginginkan pahala dan takut dengan dosa. Demikian pula hal motivasi ibadah dan dorongan menjauhi dosa.” (Mathalib Uli An-Nuha, 3/234)