• Photo :
        • Keterbelakangan mental,
        Keterbelakangan mental

      Sahijab – Sakit jiwa merupakan salah satu gangguan mental yang berdampak kepada mood, pola pikir, hingga tingkah laku seseorang secara umum. Seseorang disebut mengalami sakit jiwa apabila gejala yang dialaminya dapat mengakibatkan sering stres serta menjadikannya tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara normal sehingga bertingkah laku aneh.

      Hidup mereka pada umumnya sembarangan dan sering menjadi permasalahan sosial di masyarakat. Lalu bagaimana seseorang yang mengalami sakit jiwa menurut islam apakah masuk surga atau neraka?

      Pada dasarnya, agama Islam telah memberikan perhatian serius terhadap permasalahan tersebut. Bahkan hingga nasib mereka saat kiamat terjadi. Ternyata, orang yang mengalami sakit jiwa menurut islam termasuk dalam kelompok yang tidak terbebani syariat dan amalnya tidak akan dihisab kelak di hari akhir. Nabi Muhammad SAW bersabda : 

      Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

      رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يعقل

      Artinya: Catatan amal diangkat dari tiga jenis orang : orang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia baligh dan orang gila sampai dia sembuh dari gilanya. (HR. Ahmad).

      Baca Juga: Macam-Macam Doa Untuk Melancarkan Usaha Menurut Agama Islam

      Selain itu, para ulama juga menjelaskan kepada dua rinciannya sebagai berikut:

      Pertama, apabila kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya muslim, maka dia dihukumi muslim dan nasibnya di akhirat dimasukkan surga.

      Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

      المولود، وهو متخلفٌ عقلياً حكمه حكم المجنون ليس عليه تكليف؛ فلا يحاسب يوم القيامة، ولكنه إذا كان من أبوين مسلمين أو أحدهما مسلم، فإن له حكم الوالد المسلم؛ أي أن هذا الطفل يكون مسلماً فيدخل الجنة

      Anak yang terlahir dalam keadaan cacat akal, hukumnya seperti orang gila, dia tidak dibebani syariat. Oleh karenanya, amal perbuatannya tidak akan disidang (di-hisab) di hari kiamat nanti. Bila ia berasal dari kedua orangtua yang muslim atau salah satunya muslim, maka status dia mengikuti orangtuanya yang beragama islam. Maksudnya anak ini menjadi muslim sehingga dia dimasukkan surga. (Majmu’ Fatawa Wa Rasa-il Ibni ‘Utsaimin 2/18).

      Baca Juga: Urusan Jodoh Tertulis Di Lauhul Mahfudz, Apa Perlu Mencari Jodoh?

      Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,

      وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ

      Dan orang-orang yang beriman, beserta anak keturunan mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak keturunan mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikitpun pahala amal (kebajikan) mereka… (QS. Ath-Thur: 21)

      Kedua, apabila kedua orangtuanya non muslim, di sini para ulama berbeda pendapat:

      Menurut pendapat ulama mengatakan bahwa orang sakit jiwa menurut islam akan langsung dimasukkan surga. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,

      وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا

      Kami tidak akan mengazab suatu kaum, sampai kami mengirim utusan (Rasul) kepada mereka. (QS. Al-Isra’ : 15).

      Pada ayat di atas Allah SWT menjelaskan bahwa, seorang tidak akan diazab sebelum ditegakkan hujah kepadanya, yaitu sampainya dakwah islam kepadanya. Orang gila, tentu hujah belum tegak atasnya, karena dia tidak bisa memahami wahyu Allah yang sampai kepadanya.

      Jadi dari dalil tersbut dapat kita ketahui bahwa di akhirat nanti amal perbuatan para penderita gangguan jiwa ini tidak dipersidangkan saat di yaumul hisab. Namun ini berlaku untuk orang yang menderita gangguang jiwa sejak kecil hingga akhirnya dia meninggal.

      Anak yang terlahir dalam keadaan cacat akal, hukumnya seperti orang gila, dia tidak dibebani syariat. Oleh karenanya, amal perbuatannya tidak akan disidang (di-hisab) di hari kiamat nanti. Bila ia berasal dari kedua orangtua yang muslim atau salah satunya muslim, maka status dia mengikuti orangtuanya yang beragama islam. Maksudnya anak ini menjadi muslim sehingga dia dimasukkan surga. (Majmu’ Fatawa Wa Rasa-il Ibni ‘Utsaimin 2/18).

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan