• Photo :
        • Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh,
        Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh

      Sahijab – Majelis Ulama Indonesia atau MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 23 Tahun 2020, yang mengatur tentang pemanfaatan zakat, infaq dan shodaqoh ditengah pandemi wabah virus Corona

      Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, penyusunan fatwa tersebut dilakukan atas kesadaran penuh organisasi lintas muslim sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi umat dan bangsa.

      Baca juga: MUI: Pemerintah Tegas Melarang Berkumpul di Masjid tapi Mal Tidak​

      Menurutnya, fatwa tersebut disusun sebagai kesadaran penuh organisasi entitas ulama untuk menghadirkan pranata agama sebagai solusi yang dihadapi oleh umat dan bangsa, guna kepentingan mencegah, menangani, dan menanggulangi COVID-19

      "Serta dampak ikutannya, baik dampak kesehatan, dampak sosial, maupun dampak ekonomi,” jelas Asrorun di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin malam, 18 Mei 2020. 

      Zakat sebagaimana yang disebutkan, merupakan sebagai ibadah mahdhoh, yakni simbol ketaatan dan ketertundukan umat muslim kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, yang bersifat vertikal.

      Di sisi lain, zakat juga memiliki fungsi fungsi untuk menjamin keadilan sosial, menjadi solusi atas permasalahan ekonomi, dan sosial, sehingga tidak muncul ketimpangan di tengah masyarakat. Zakat sebagai salah satu instrumen membangun kesetiakawanan sosial.

      Menurut Asrorun, zakat boleh dimanfaatkan untuk kepentingan penanggulangan pandemi COVID-19, mengingat salah satu dampak serius yang juga memerlukan penanganan selain aspek kesehatan, yakni aspek ekonomi.

      "Karena itu, Komisi Fatwa MUI menegaskan, bahwa zakat boleh dimanfaatkan untuk kepentingan penanggulangan wabah COVID-19, dan dampaknya, dengan ketentuan-ketentuan tentunya,” katanya. 

      Yang pertama, kata dia, jika didistribusikan untuk kepentingan penerima zakat secara langsung, maka penerima adalah merupakan salah satu di antara delapan golongan yang berhak menerima zakat atau asnaf, yang sudah ditetapkan, yaitu muslim yang fakir, miskin, Amil, mualaf, yang terlilit hutang, kemudian perbudakan, memerdekakan budak, Ibnu Sabil, dan atau fisabilillah. 

      Menurutnya, bawah distribusi zakat dapat digunakan untuk kepentingan modal kerja, atau berbentuk uang tunai, berbentuk makanan pokok, keperluan pengobatan, atau hal yang sangat dibutuhkan oleh mustahik.

      Bahkan, dalam hal ini, pemanfaatan harta zakat juga boleh bersifat produktif, seperti untuk kepentingan stimulasi kegiatan ekonomi fakir miskin yang terdampak wabah.

      Selanjutnya, apabila didistribusi untuk kepentingan kemaslahatan umum, maka hal itu dimungkinkan dengan mengambil salah satu di antara delapan golongan yang berhak menerima zakat atau asnaf. “Yaitu Asnaf fisabilillah atau yang berjuang di jalan Allah, pemanfaatan dalam bentuk aset kelolaan atau layanan bagi kemaslahatan umum, khususnya bagi kemaslahatan mustahik atau penerima zakat,” terang Asrorun.

      Adapun bentuk kemaslahatan penerima  zakat adalah meliputi dari penyediaan alat pelindung diri untuk kepentingan tenaga medis, pada saat penanganan korban COVID-19, untuk kepentingan disinfeksi atau penyediaan disinfektan, pengobatan, serta juga kebutuhan relawan yang sedang bertugas melakukan aktivitas kemanusiaan dalam penanggulangan wabah.

      Baca juga: Pilu, Perawat Hamil 4 Bulan Meninggal karena Corona​

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan