• Photo :
        • Jajaran Pengurus MUI Pusat.,
        Jajaran Pengurus MUI Pusat.

      Disebutkannya, taujihad ini muncul karena fatwa tersebut masih relevan dan paling membawa maslahat untuk menjawab permasalahan yang muncul saat ini. Fatwa tersebut, memiliki pijakan dalil syari’ah yang lebih kuat untuk situasi dan kondisi di Indonesia. Fatwa itu, juga mengacu pada pendapat ulama empat madzhab.

      Selain itu, hukum asal dari sholat Jum’at adalah sekali saja dan hanya dilakukan di satu masjid di setiap kawasan serta dilakukan dengan segera tanpa menunda waktu.

      “Dalam kondisi dharurah atau kebutuhan mendesak, misalnya jauhnya jarak antara tempat penduduk dan masjid atau menampungnya kapasitas masjid karena kepadatan penduduk di suatu wiayah, maka dalam kondisi seperti itu diperbolehkan mengadakan sholat Jum’at di lebih dari satu masjid,” katanya.

      Dia menambahkan, para ulama dari zaman ke zaman tidak memilih opsi sholat Jumat dua gelombang atau lebih di tempat yang sama, mereka sudah membolehkan sholat Jumat di lebih dari satu masjid di satu kawasan bila ada keadaan yang mendesak seperti ini.

      Kebolehan melaksanakan sholat jumat dua gelombang atau lebih di satu tempat yang sama, kata dia, tidak relevan diterapkan di Indonesia karena beberapa sebab.

      Pertama, kata dia, pendapat tersebut didasarkan pada dalil syariah yang lemah dan menyelisihi pendapat mayoritas (jumhur) ulama. Kedua, kalaupun kebolehan tersebut terjadi di negara Eropa,  Amerika, maupun Australia, tidak lantas bisa dijadikan dalil untuk juga diterapkan di Indonesia, karena situasi dan kondisinya berbeda.

      “Di negara-negara tersebut, umat Islam merupakan minoritas dan sangat sulit mendapatkan izin tempat untuk melaksanakan sholat Jumat, serta tempat yang ada tidak bisa menampung jumlah jamaah, sehingga tidak ada alternatif lain bagi mereka selain mendirikan sholat Jumat secara bergelombang di tempat yang sama,” katanya.

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan