• Photo :
        • Salah Seorang Sedang Dicek Suhu Tubuhnya di Arab Saudi,
        Salah Seorang Sedang Dicek Suhu Tubuhnya di Arab Saudi

      Sahijab – Saat industri farmasi global berlomba untuk mengembangkan vaksin untuk melindungi orang-orang dari pandemi virus Corona, dua entitas Arab Saudi sedang mengembangkan vaksin COVID-19 yang sejalan dengan hukum Islam.

      Para ilmuwan di Universitas King Abdulaziz di Jeddah, yang dipimpin Dr. Anwar Hashem, bekerja sama dengan SaudiVax, penyewa Universitas Sains dan Teknologi (KAUST) King Abdullah di Thuwal, yang mengembangkan vaksin COVID-19 tersebut.

      Baca juga: Positif Corona Meningkat, 71 Masjid Ditutup Pemerintah Arab Saudi

      Dalam pengembangan vaksin, para ilmuwan menggunakan sel hidup yang membutuhkan nutrisi untuk hidup dan bertahan hidup. Biasanya, nutrisi ini dapat mencakup unsur-unsur yang tidak sesuai hukum Islam. Misalnya, bahan-bahan yang berasal dari babi seperti gelatin atau empedu. Seperti kita ketahui, makan daging babi dan minum alkohol dilarang dalam Islam dalam keadaan normal.

      Profesor Mazen Hassanain, pemimpin tim dan pendiri Saudi Vax, perusahaan biotek pengembangan vaksin swasta pertama di Arab Saudi, seperti dikutip Sahijab dari Al Arabiya, Rabu 10 Juni 2020, mengatakan bahwa vaksin hanya menggunakan bahan-bahan yang diizinkan oleh hukum Islam dan mengurangi keragu-raguan dari populasi Muslim yang mungkin memiliki keprihatinan tentang komponen-komponen vaksin COVID-19

      Populasi Muslim di negara-negara di Afrika Barat dan Tengah, serta Asia Timur, secara historis ragu untuk melakukan vaksinasi, dengan alasan agama dan budaya mereka masing-masing.

      Menurut Dr. Arthur Reingold, kepala divisi epidemiologi dan biostatistik di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas California Berkeley, vaksin yang diberi label halal dan dibolehkan secara hukum Islam sangat penting. "Sebab, itu akan memengaruhi lebih banyak Muslim untuk mendapatkan vaksinasi," tuturnya.

      Industri vaksin muncul di Arab Saudi

      Munculnya industri vaksin ini, menurut mantan Utusan Sains Amerika Serikat, Dr. Peter Hotez, merupakan terobosan untuk Timur Tengah. Di mana, negara-negara tersebut, sebelumnya tidak mengembangkan industri vaksin mereka sendiri dan bergantung pada entitas luar untuk vaksin.

      Sejak didirikan pada 2016, SaudiVax, berusaha untuk memperkuat pengembangan vaksin dan industri manufaktur di wilayah tersebut.

      “SaudiVax bekerja keras untuk mengisi kesenjangan, dengan membangun fasilitas untuk pengembangan dan pembuatan vaksin yang kemungkinan akan beroperasi penuh dalam dua tahun. Nantinya, akan dijadikan Kota Sains dan Teknologi King Abdulaziz,” ujar Profesor Hassanain.

      Hassanain mengatakan bahwa Arab Saudi, sebagai negara G20, memiliki banyak alasan untuk mempelopori pengembangan industri vaksin regional, terutama mengingat pandemi virus Corona yang masing menghantui.

      “Kami ingin proaktif dalam situasi seperti ini. Inisiatif vaksin COVID-19 adalah percobaan yang bagus. jika datang tepat waktu, itu sempurna. Jika tidak, itu adalah pengalaman yang baik,” kata Hassanain dalam wawancara dengan Al Arabiya English.

      Didukung berbagai sektor pemerintah, fasilitas SaudiVax juga bermaksud akan melatih para ilmuwan Saudi, untuk bekerja dalam pengembangan vaksin dan sektor manufaktur di Kerajaan.

      Hassanain mengatakan, misi SaudiVax selaras dengan tujuan rencana reformasi Saudi Vision 2030, yang bertujuan untuk mendiversifikasi ekonomi Arab Saudi, dan mengembangkan program-program yang bermanfaat bagi warganya.

      Menurutnya, tujuan bersama antara SaudiVax dan Saudi Vision 2030, termasuk melokalkan industri baru, meningkatkan partisipasi angkatan kerja wanita, dan meningkatkan layanan kesehatan. "Tim kami adalah 60 persen wanita - sangat berbeda dari semua perusahaan farmasi regional," kata Hassanain.

      “Dan, tujuan kami untuk mewujudkan keamanan kesehatan nasional - sesuatu yang menjadi prioritas dalam menghadapi wabah COVID-19,” tambahnya.

      Baca juga: Diam-diam, Virus Corona Telah Infeksi 7,2 Juta Orang​

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan