Sahijab – Kabupaten Wajo, khusunya Kota Sengkang, dari dulu terkenal sebagai sentra penghasil kain tenun sutera di Sulawesi Selatan. Predikat sebagai Kota Sutera, telah lama disandang Ibu Kota Kabupaten tersebut. Bahkan, hasil tenun kain sutera Wajo sudah sampai ke mancanegara.
Kerajinan kain tenun sutera di Wajo, sudah menjadi budaya masyarakat Wajo, yang diwariskan secara turun temurun. Hampir di setiap rumah di beberapa wilayah di Kabupaten Wajo, kita akan melihat kaum wanita sedang menenun, mulai dari alat tenun Gedogang hingga tenun bukan mesin. Bukan hanya orang tua, para remaja pun tahu cara menenun.
Untuk membuat kain tenun satu, kadang membutuhkan waktu satu hari atau lima meter per hari. Tergantung dari desain corak dan motifnya, serta jenis kainnya. Semakin rumit kain yang akan dibuat, maka waktunya akan semakin lama.
Motif kain sutera Wajo seperti motif Coboi, Balo Renni, Balo Tettong, Lobang Pucu, merupakan corak klasik. Namun, untuk mengikuti tren, pengrajin melakukan inovasi motif dan corak, seperti motif Lontara, Pinisi, dan beberapa corak yang cukup kekinian, tanpa menghilangan ciri khas corak Bugis Sengkang, baik dengan cara ditenun, batik, maupun dicap.
Salah satu pengrajin tenun kain sutera, Mustamin mengatakan, selama ini sutera Wajo bukan hanya dipasarkan di Sulawesi Selatan, atau wilayah Indonesia lainnya. Namun, sejak dulu sudah menembus pasar mancanegara seperi di Malaysia, Singapura, China, dan Jepang.
Bahkan, beberapa turis asing dari Eropa yang datang ke Sengkang tidak sedikit membeli kain sutera Sengkang sebagai oleh-oleh.
"Jadi, bagi wisatawan yang berkunjung ke Sengkang, tidak akan lengkap kalau tidak membawa pulang kain tenun sutera Wajo," ujarnya.