• Photo :
        • Ilustrasi tahanan diborgol.,
        Ilustrasi tahanan diborgol.

      Sahijab – Duka publik Selandia Baru berubah menjadi kelegaan dan kegembiraan pada Kamis, 27 Agustus 2020.  Warga Selandia Baru lega dengan vonis hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepada Brenton Tarrant, pelaku penembakan brutal dan pembantaian pada 51 orang dan melukai puluhan lainnya di dua masjid di Christchurch tahun lalu.

      Setelah sidang empat hari yang emosional di mana korban dan kerabat yang masih hidup dari mereka yang terbunuh menghadapi pria bersenjata itu secara langsung, di ruang pengadilan, kini publik Selandia Baru bernafas lega dengan vonis tersebut. 

      Sementara Tarrant hanya menunjukkan sedikit reaksi ketika Hakim Cameron Mander menyerahkannya untuk menghabiskan hari-harinya yang tersisa di balik jeruji besi, tanpa prospek pembebasan bersyarat, atas tindakan kekerasan paling mematikan dalam sejarah modern negara itu.

      Baca juga: Bromance Ala Moon Tae Brothers 

      Brenton Tarrant, 29 tahun, adalah warga Australia yang menembak mati 51 jemaah Muslim di dua masjid di Christchurch tahun lalu. Majelis Hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup untuk Tarrant diberlakukan tanpa pembebasan bersyarat, pada Kamis, 27 Agustus 2020. 

      Dalam sidang vonis, Hakim Cameron Mander mengatakan dirinya tidak ragu untuk mengatakan bahwa Tarrant sengaja pindah dari Australia ke Selandia Baru demi menyerang komunitas Muslim.

      "Setiap pembunuhan adalah produk perencanaan yang lama dan penuh perhitungan serta dilakukan dengan taraf kekejian yang tinggi dan tak berperasaan. Beberapa korban adalah anak-anak. Lainnya dibunuh selagi mereka terbaring dengan luka dan tak berdaya," ujarnya.

      "Korban-korban Anda telah menunjukkan ketabahan luar biasa, namun saya tidak bisa mengabaikan kerusakan pada rasa aman serta kesejahteraan komunitas Muslim baik di Christchurch maupun secara luas di Selandia Baru."

      Meski Tarrant mengaku bersalah membunuh 51 orang, 40 percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan kasus terorisme, hakim mengatakan Tarrant tak punya empati pada korban dan tak terlihat menyesal. 

      "Sejauh penilaian saya, Anda sama sekali tidak punya empati terhadap korban-korban Anda. Menurut observasi saya, Anda tetap sepenuhnya memikirkan diri sendiri, Anda tampak tidak menyesal atau malu," ujar Hakim. 

      Jaksa Penuntut Umum, Mark Zarifeh, mengatakan kasus ini "menimbulkan bekas yang menyakitkan dan memprihatinkan pada sejarah Selandia Baru. Jelas dia adalah pembunuh terkeji di Selandia Baru," demikian disampaikan oleh Zarifeh. 

      Tarrant, yang memilih mewakili dirinya sendiri, mengatakan tidak punya pernyataan apapun. Dia mengangguk ketika ditanya apakah dia paham bahwa dirinya punya hak untuk menyampaikan sesuatu.

      Seorang pengacara yang disediakan mengatakan Tarrant bicara kepadanya bahwa dia tidak menentang hukuman dipenjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.

      Tarrant melakukan hal keji pada 15 Maret 2019 dengan melakukan penembakan brutal di masjid di Christchurch, Selandia Baru, sebuah negara kecil yang toleran dengan tingkat kejahatan yang rendah dan sedikit sejarah terorisme domestik. 

      Hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Selandia Baru ini belum pernah terjadi sebelumnya. Tarrant menjadi narapidana penjara pertama yang tidak akan pernah memenuhi syarat apapun untuk mendapat pembebasan bersyarat. Tarrant lolos dari hukuman mati, karena negara itu menghapus hukuman mati untuk pembunuhan sejak tahun 1961.

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan