• Photo :
        • Source : Republika,
        Source : Republika

      Karena waktu yang terbatas, sang dosen pun mengajaknya datang ke rumah untuk mendiskusi kan hal tersebut lebih dalam. Adrianus mengenang, waktu itu dirinya merasa ragu untuk langsung bersyahadat karena ada masalah ekonomi. Dalam arti, dia masih bergantung pada sokongan orang tua.

      "Saya yakin ketika saya memeluk Islam, orang tua saya pasti akan berhenti membiayai kuliah dan hidup saya, bahkan saya mungkin bisa diusir dari rumah. Saya belum siap untuk itu," ujar dia.

      Adrianus menghadapi dilema yang tidak mudah. Namun, sang dosen melihat ada keyakinan yang kuat dalam diri mahasiswanya itu. Maka, dia berusaha mencarikan waktu bagi Adrianus untuk bersyahadat. 

      Setelah berdiskusi, keesokan harinya sang dosen menghubungi Adrianus untuk datang ke rumah dan berbicara dengan ketua Mualaf Center Palu. Saat itu, Adrianus mengira bahwa pertemuan tersebut sekadar untuk berdiskusi. "Saya terkejut begitu tahu sampai-sampai ketua mualaf center datang. Padahal, saya belum siap untuk bersyahadat," kata dia.  

      Malam itu, Adrianus bertemu dengan dosen agama Islam, ketua mulaf center bersama temannya, dan dua orang kemenakan dosen tersebut. Mereka itulah yang kemudian menjadi saksi dirinya saat bersyahadat. Setelahnya, Adrianus memiliki nama Muslim Adam. 

      "Ketua Mualaf, Koh Jeff, menjelaskan kepada saya kalau menjadi Muslim itu berat, banyak ujian, mental juga harus kuat. Namun, saya siap untuk menerimanya," jelas dia.  

      Ketua Mualaf Center Palu, Koh Jeff, meminta Adrianus bersyahadat malam itu juga. Awalnya, Adrianus menyampaikan keberatan karena merasa waktunya terlalu cepat. Namun, Koh Jeff meyakinkan bahwa lebih cepat lebih baik karena tidak ada yang tahu kapan ajal akan tiba. 

      Berita Terkait :

      Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.

  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan