• Photo :
        • Ilustrasi dosa,
        Ilustrasi dosa

      Sahijab – Murtad atau meninggalkan keyakinan dan keimanan dari Allah SWT, mempunyai konsekuensi hukum dalam Islam.

      Dewan Pembina Konsultasi Syariah, Ustadz Ammi Nur Baits berpendapat, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

      لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ

      ”Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi laa ilaaha illallah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali karena tiga hal: nyawa dibalas nyawa, orang yang berzina setelah menikah, dan orang yang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.” (HR. Bukhari 6878, Muslim 1676, Nasai 4016, dan yang lainnya)

      Baca juga: Kisah Jablah, Mualaf yang Murtad Usai Menunaikan Ibadah Haji

      Dalam hadits lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

      مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ

      ”Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR. Bukhari 3017, Nasai 4059, dan yang lainnya)

      Makna: ’Mengganti agama’: murtad, keluar dari Islam. Karena, hadits ini dimasukkan para ulama hadits dalam pembahasan hukuman orang yang murtad.

      Mengapa dihukum mati?

      Satu hal yang perlu kita beri garis tebal, hukuman bunuh untuk orang yang murtad, 100 persen berdasarkan keputusan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan, keputusan beliau, jelas merupakan wahyu Allah. Karena itu, hukuman ini bukan hasil pemikiran atau ijtihad manusia, apalagi dikaitkan dengan latar belakang politik kaum muslimin.

      Mengapa dihukum bunuh?

      Masyarakat Islam, ibarat sebuah tubuh. Seorang muslim dalam tatanan masyarakat Islam, ibarat satu sel dalam tubuh. Ketika muslim ini keluar dari Islam, dia menjadi sel mati, yang jika dibiarkan akan menjadi tumor. Berbahaya bagi sel yang lain. Karena itu, sel semacam ini harus dikarantina dan jika tidak bisa disembuhkan, dia dibuang.

      Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

      فمن ثبتت ردته عن الإسلام وتمت إدانته بإعلانه بالردة, فقد أصبح عضواً فاسداً يجب بتره من جسم المجتمع حتى لا يسري مرضه في الجسم عموماً، ولأن الردة اعتداء على أولى الكليات أو الضروريات الخمس التي تواترت الأديان السماوية بالحفاظ عليها وهي: الدين، والنفس، والنسل، والعقل، والمال

      Orang yang telah menegaskan dirinya keluar dari islam, dan dia telah mengumumkan dirinya murtad, maka dia menjadi anggota tubuh yang rusak, yang harus disingkirkan dari tubuh masyarakat muslim. Sehingga, sakitnya tidak menyebar ke seluruh tubuh. Di samping itu, orang yang murtad, berarti telah melakukan pelanggaran terhadap dharuriyat khams (lima prinsip yang dijaga dalam Islam) yang paling penting (yaitu agama), di mana semua agama samawi sepakat untuk menjaga dan melindunginya, prinsip itu adalah agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.

      (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 73924)

      Kemudian, ditegaskan dalam Fatawa Syabakah, bahwa masalahnya bukan semata kebebasan berkeyakinan, namun ini menyangkut loyalitas dan keberpihakan kepada agama,

      والردة ليست مجرد موقف عقلي، بل هي تغيير للولاء وتبديل للهوية وتحويل للانتماء، فالمرتد ينقل ولاءه وانتماءه إلى أمة أخرى، وإلى وطن آخر

      ”Murtad bukan semata masalah pemikiran, namun ini masalah mengganti loyalitas, mengubah kecenderungan, dan berpindah keberpihakan. Orang yang murtad telah mengubah loyalitasnya dan keberpihakannya kepada umat yang lain, dan bahkan ke negeri yang lain.” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 73924)

      Karena itu, tidak jauh jika tindakan murtad, termasuk pengkhianatan kepada agama. Sehingga hukuman mati, bukan termasuk kedzaliman baginya.

      Ketentuan hukuman murtad

      Ada beberapa ketentuan yang berlaku dalam menerapkan hukuman untuk orang murtad,

      Pertama, karena hukuman ini masuk dalam hukum islam maka penetapan hukum bunuh untuk orang murtad, hanya bisa dilakukan dan diputuskan oleh pengadilan syariat yang resmi ditunjuk oleh pemerintah (jika negara kita menerapkan hukum islam).

      Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah ditegaskan,

      ولكن الحكم على المرتد لا يكون إلا من قبل القضاء الشرعي، والتنفيذ لا يكون إلا من قبل ولي أمر المسلمين

      Hukuman untuk orang yang murtad tidak boleh diputuskan kecuali oleh mahkamah syariah, dan pelaksanaannya tidak bisa dilakukan kecuali oleh pemerintah kaum muslimin. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 73924)

      Kedua, dianjurkan untuk menunda hukuman, jika ada harapan kembali ke Islam

      Syaikhul Islam dalam kitabnya as-Sharim al-Maslul mengutip keterangan ulama tabi’in,

      وقال الثوري: يؤجل ما رجيت توبته، وكذلك معنى قول النخعي

      “Sufyan At-Tsauri mengatakan, ‘Ditunda hukumanya, jika diharapkan dia mau bertaubat.’ Demikian pula, makna dari keterangan Ibrahim an-Nakhai.” (as-Sharim al-Maslul, hlm. 328).

      Ketiga, selama penundaan hukuman, dia didakwahi dan ditawari untuk bertaubat. Bisa bentuknya diajak berdebat, dialog, atau diberi harta, untuk menghilangkan segala sebab yang membuat dia bertaubat.

      Syaikhul Islam menyebutkan keterangan at-Thahawi,

      وذكر الطحاوي عنهم: لا يقتل المرتد حتى يستتاب

      At-Thahawi menyebutkan dari para ulama hanafi: “Orang yang murtad tidak boleh dibunuh, hingga dia diminta bertaubat.” (as-Sharim al-Maslul, hlm. 328).

      Dalam Mukhtashar Kholil – ulama Malikiyah – dinyatakan,

      واستتيب ثلاثة أيام بلا جوع وعطش ومعاقبة فإن تاب وإلا قتل

      Orang yang murtad diminta bertaubat selama tiga hari, tanpa dikondisikan lapar, haus, dan tanpa hukuman.. jika dia mau bertaubat (kembali masuk islam), dia dilepaskan, jika tidak maka dibunuh. (Mukhtashar Kholil, hlm. 251).

      Allahu a’lam.

      Baca juga: Penyanyi Muslimah Prancis, Mennel: Soal Berhijab Itu Masalah Pribadi

      Berita Terkait :
  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan