• Photo :
        • Source : Republika,
        Source : Republika

      Dosen senior hubungan internasional di King"s College, London, Frank Foley, mengatakan bahwa suhu politik tengah meningkat dan tanggapan pemerintah Prancis adalah bagian dari itu.

      "Pendekatan ekspansif dalam menangani Islam radikal, dengan definisi yang sangat luas, hasilnya tidak terlalu baik. Masalah ekstremisme Prancis seburuk yang pernah terjadi sebelumnya," kata Foley.

      Ketegangan semakin diperburuk negara-negara mayoritas Muslim yang menyebut Prancis telah melampaui batas dengan tanggapannya terhadap ekstremisme. 

      Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, misalnya, menyebut Macron tengah menyerang Islam dan dengan sengaja memprovokasi Muslim serta mendorong Islamofobia.

      Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyerukan pemboikotan terhadap barang-barang Prancis. Erdogan menyebut Macron harus memeriksakan kesehatan mentalnya karena pidatonya tentang Islamisme radikal.

      Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad tidak ketinggalan merespons sikap pemerintah Prancis. Ia mengatakan, Muslim memiliki hak untuk marah dan membunuh jutaan orang Prancis, sebab dalam sejarahnya Prancis telah membunuh jutaan orang di masa lalu. 

      Prancis memiliki populasi minoritas Muslim terbesar di Eropa Barat, dengan sekitar 5 juta atau antara 9 dan 10 persen dari populasi. Namun, Prancis bersikap lebih keras terhadap Muslim dengan melarang jilbab dan simbol agama yang dinilai mencolok di sekolah dan kantor publik pada 2004. Selanjutnya, Prancis menjadi negara Eropa pertama yang melarang niqab dan burka, penutup wajah penuh untuk wanita, pada 2011. 

      Berita Terkait :

      Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.

  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan