• Photo :
        • Source : Republika,
        Source : Republika

      Setelah meninggalnya KH Abdul Hamid bin Isbat, kepemimpinan pesantren Banyuanyar diambil alih oleh putranya yang bernama KH. Abdul Majid, dari 1933 sampai 1943 M. Beliau terkenal sebagai santri yang suka berkelana dalam mencari ilmu.

      Baca Juga: Pondok Pesantren Diusulkan Dapat Prioritas Vaksin Gratis

      Di antara pesantren yang pernah dikunjungi dan ditimba ilmunya adalah Pondok Pesantren yang diasuh KH Mohammad Khalil di Bangkalan, kemudian beliau pindah ke pondok pesantren Siwalan Panji, Buduran, Sidoarjo.

      Selanjutnya beliau menimba ilmu di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuran. Setelah itu, beliau melanjutkan studi ilmu-ilmu agamanya ke Makkah al-Mukarramah. Dari hasil pengembaraan ilmiahnya ini beliau menjadi pribadi yang sangat alim (banyak pengetahuan ilmu agamanya) dan menghasilkan karya tulis yang diberi nama kitab Tarjuman. Kitab ini dikarang khusus oleh beliau untuk menambah pengetahuan santri dan masyarakat sekitar tentang ilmu tajwid, akidah atau tauhid, fiqih, dan akhlak.

      Karya beliau yang lain adalah kitab Nubdzah, kitab ini memuat syair-syair berbahasa Arab untuk memotivasi para santri dalam mencari ilmu, terutama ilmu alat (nahwu dan sharaf) dan ilmu fiqih.

      Di samping itu, beliau juga memiliki karya berupa kumpulan khutbah Jumat berbahasa Arab yang dibaca oleh para khatib Jumat di sekitar pondok pesantren Banyuanyar, Bata-bata, Al-Mujtama’ dan pondok-pondok pesantren lain yang berafiliasi pada pondok-pondok besar itu.

      Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada 1943 KH Abdul Majid merintis pondok baru di daerah Panaan, Palengaan, Pamekasan, sekitar dua kilo meter dari Banyuanyar dan berdomisili di tempat itu sampai wafat pada 1955.

      Berita Terkait :

      Disclaimer: Semua artikel di kanal Sindikasi ini berasal dari mitra-mitra Viva Networks. Isi berita dan foto pada artikel tersebut di luar tanggung jawab Viva Networks.

  • Trending

    Obrolan

Jangan Lewatkan