Sahijab – Sebagai seorang muslim, seringkali kita mengikuti ceramah, pengajian di berbagai acara. Para Ulama seringkali mengingatkan kita untuk selalu melakukan segala sesuatu dengan ikhlas. Sikap ikhlas harus kita tanamkan pada diri kita dalam beramal dan beribadah agar senantiasa mendapatkan ridho dari Allah SWT. Ikhlas artinya apa ya, dan bagaimana cara menumbuhkan rasa ikhlas pada diri kita?
Ikhlas merupakan suatu sikap yang sulit untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, namun sangat mudah diucapkan. Setiap manusia memiliki penyakit hati yang menyulitkan untuk bersikap ikhlas. Namun, bagi orang yang bertakwa ikhlas tidak begitu sulit untuk diterapkan.
Dalam mendefinisikan ikhlas, para ulama memiliki perbedaan dalam menafsirkan kata ikhlas. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada makhluk.
Seorang ulama bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata bahwa, "Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah."
Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal dan mengikuti sunah atau tuntunan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Ikhlas menunjukkan jika amalan dilakukan semata-mata hanya untuk Allah subhanahu wa ta'ala.
Salah satu ayatnya, Allah SWT berfirman, yang artinya,
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al Bayyinah: 5).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ikhlas artinya adalah bersih hati atau tulus hati. Secara bahasa, kata ikhlas artinya murni, tidak bercampur dengan yang lainnya. Bisa disimpulkan bahwa ikhlas adalah memurnikan sesuatu. Secara terminologi, ikhlas ialah mengerjakan amal perbuatan lillahi ta’ala, semata-mata karena Allah SWT, dan bukan karena faktor lainnya.
Dikutip dari rumaysho.com, Abul Qosim Al-Qusyairi mengatakan bahwa, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan dalam mendekatkan diri kepada ALLAH. Bukanlah ingin mendapatkan pujian dari sesama makhluk hidup lainnya.
Maimun bin Mihran rahimahullah (seorang tabiin) berkata:
إِنَّ أَعْمَالَكُمْ قَلِيلَةٌ
فَأَخْلِصُوا هَذَا الْقَلِيلَ …
Sungguh amal kalian itu amatlah sedikit.
Berbuat ikhlaslah untuk yang sedikit ini.
(Abu Nuaim dalam Al-Hilyah, 4:29)
Ikhlas Akhwas Al-Khawas merupakan tingkatan tertinggi ikhlas. Di mana seseorang mampu membersihkan perbuatan atau amalannya dari perhatian manusia lain. Dia beramal seakan tidak ada yang diinginkan dari ibadahnya selain menjalankan perintah Allah dan melakukan hak penghambaan.
Pada tingkatan ini orang melakukan amalan atau ibadah hanya karena perintah Allah semata. Ia menyadari bahwa dirinya adalah hamba atau budaknya Allah sedangkan Allah adalah tuannya. Maka sudah selayaknya seorang hamba menjalankan perintahnya tanpa berharap imbalan apapun darinya.
Ikhlas Khawas adalah orang yang melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian-bagian di kehidupan akhiratnya. Imbalan yang diharapkan yaitu untuk kehidupan setelah kematian.
Pada tingkatan kedua ini orang yang beramal karena Allah semata, namun di balik itu ia mengharapkan imbalan mendapatkan pahala yang besar dari Allah dengan ibadahnya di akhirat kelak. Seperti dimudahkan hisabnya, terlindungi dari panas api neraka, dan berharap dimasukkan ke dalam surga.
Keikhlasan seperti ini ada pada tingkatan kedua di bawah tingkat keikhlasan pertama dan masih dikategorikan sebagai ikhlas. Hal ini masih diperbolehkan mengingat Allah dan Rasulullah sangat sering memotivasi kepada hambanya untuk melakukan amalan tertentu dengan iming-iming pahala yang besar dan kenikmatan yang luar biasa di akhirat kelak.
Ikhlas Awam yaitu orang yang melakukan perbuatan atau amalan karena Allah agar diberi bagian duniawi. Seperti meminta untuk mencari kelapangan rejeki dan terhindar dari hal-hal yang menyakitkan.
Tingkat keikhlasan ini merupakan tingkatan yang paling rendah di mana orang yang beribadah dilakukan karena Allah, namun ia memiliki harapan akan mendapatkan imbalan duniawi dengan ibadahnya itu.
Seperti melakukan shalat duha dengan harapan dilapangkan rejekinya, rajin melakukan shalat malam dengan harapan agar mendapatkan kemuliaan di dunia, memperbanyak istighfar agar dimudahkan mendapatkan keturunan dan masih banyak lagi cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan keberkahan di dunia.
Hal demikian ini tetap dianggap sebagai ikhlas karena agama islam sendiri menawarkan berbagai imbalan dalam melakukan suatu amalan tertentu. Hanya saja tingkat keikhlasannya adalah tingkat paling rendah.
Keikhlasan dalam hati tidak hanya membuat amal kebaikan kita diterima, namun juga membuat kita mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal.” (HR. An Nasai).
Menumbuhkan rasa ikhlas dalam hati perlu usaha yang cukup besar dan butuh proses yang cukup lama. Namun kita bisa menumbuhkan rasa ikhlas pada diri kita agar bisa meningkatkan ikhlas dalam hati dengan berbagai cara. Berikut beberapa cara yang bis akita terapkan dikehidupan sehari-hari :
Cara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan memperbanyak do’a kepada Allah SWT. Kita bisa melihat bagaimana Nabi kita Muhammad SAW, di antara do’a yang sering beliau panjatkan adalah doa,
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad).
Dikutip dari muslim.or.id, Umar bin Khattab juga sering memanjatkan doa seperti berikut, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.”
Cara ini dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas dengan cara menyembunyikan amal kebaikannya. Seseorang bisa menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama, seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain sebagainya.
Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain dapat mendorong sifat ikhlas, karena tidak ada faktor lain untuk melakukan kebaikan tersebut kecuali hanya karena Allah semata.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang artinya,
“Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR Bukhari Muslim).
Di antara bencana yang dialami seorang hamba ialah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, yang pada akhirnya hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan berbangga diri atau sombong, sehingga dapat merusak keikhlasan di dalam hatinya.
Semakin berbangga diri seseorang terhadap amal kebaikan, maka semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut. Bahkan, pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia.
Sa’id bin Jubair pernah berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia bertemu Allah dalam keadaan demikian, dan Allah memasukkannya ke dalam neraka.”
Demikianlah pengertian ikhlas, tingkatan ikhlas, dan cara menumbuhkan rasa ikhlas pada diri seseorang.