Sahijab – Wabah virus corona menyerang siapa saja, baik muda maupun tua. Dan kini, salah satu kota di dunia yang terkena pandemi virus corona yang parah ada di New York.
Menurut Aljazeera, di kota ini terdapat setidaknya 3 persen kaum muslim. Mereka hidup dan bekerja di banyak sektor, termasuk kesehatan. Dan banyak di antara kaum muslim yang juga telah menjadi korban dari keganasan virus yang satu ini.
Tidak mudah bagi komunitas muslim yang tinggal di New York, termasuk mereka yang terkena musibah dan meninggal dunia akibat COVID-19.
"Ini luar biasa, jumlah korban dan jumlah kematian. pemakaman dan hal-hal yang terjadi pada akhir kehidupan sepertinya sangat sulit bagi banyak orang," kata Imam Khalid Latif, direktur eksekutif Islamic Center di New York University (NYU).
Baca Juga: Agar Corona Segera Berlalu, Pemerintah Gelar Indonesia Berzikir
Menurut Latif, pemakaman di New York bagi kaum muslim pada hari-hari biasa sudah cukup mahal. Di mana keluarga harus mengeluarkan biaya sekitar Rp31 juta, untuk membeli sebidang tanah. Namun sejak pandemi berlangsung, harganya melonjak menjadi Rp155 juta.
Sehingga banyak di antara para korban yang terpaksa meminta bantuan, untuk memastikan jasad seorang muslim yang meninggal dunia di New York dimakamkan secara islami.
"Dalam Islam, upacara pemakaman dianggap sebagai kewajiban bersama. Di sini, kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa orang yang tidak mampu membelinya masih mampu melakukannya," katanya.
Apalagi saat ini, banyak rumah sakit yang kewalahan menyimpan jasad mereka yang meninggal dunia karena COVID-19. Banyak jasad yang disimpan di truk yang memakai lemari pendingin, sebelum diangkut untuk dimakamkan secara massal di Pulau Hart.
Banyak kerabat korban yang beragama islam khawatir, jika jasad keluarganya dimakamkan secara massal. Direktur eksekutif Dewan Kepemimpinan Islam Majlis Ash-Shura New York, King Abdulhaq, ketua 90 masjid dan organisasi menegaskan itu tidak benar.
Kuburan massal yang disediakan oleh pemerintah, hanya untuk jasad yang tidak diklaim oleh keluarga mereka. Atau mereka yang hidup sebagai tunawisma, juga tidak memiliki keluarga.
Sementara jasad mereka yang memiliki keluarga, akan dimakamkan sesuai permintaan.
"Apa yang terjadi adalah bahwa rumah sakit menciptakan kamar mayat sementara jarak jauh, jauh dari rumah sakit, sehingga mereka dapat terus memiliki kapasitas yang cukup untuk jasad baru yang datang. Tapi ini sangat spesifik hanya untuk mayat yang tidak diklaim," kata Abdulhaq kepada Aljazeera.
Baca Juga: Amalan Ustadz Abdul Somad Jelang Bulan Ramadhan
Sementara jumlah persis Muslim yang telah meninggal karena COVID-19 datanya tidak tersedia. Namun Abdulhaq terus memantau perkembangan di lapangan, untuk memastikan seorang muslim yang meninggal dunia dimakamkan secara layak.